https://drive.google.com/file/d/1IpA70ea5bj0nLzFEYC7j1C685Gcg4xfC/view?usp=sharing

Cari Blog Ini

Kamis, 01 Oktober 2009

Emotional Quotient (EQ)

Emotional Quotient (EQ)
Setiap orang tentu menghendaki menjadi Manager (peran IQ) sekaligus Leader (peran EQ) dalam hidupnya. Maka pada saat yang bersamaan, Anda jangan lupa mengisi Otak Kanan dengan Informasi, Ilmu, Pengetahuan, Ketrampilan dan Nilai yang dapat menumbuh-kembangkan Keseimbangan Emosi, Kemampuan Imaginasi dan Kemampuan Sosialisasi serta hal-hal lain yang memberi kemampuan dalam membaca dan mengembangkan Suara Hati, Kearifan, Intuisi, Kreatifitas, Seni dan Hoby.
Pada 1990an, Daniel Goleman melakukan penelitian, analisis dan study lapangan dibidang Psychology menemukan sebuah kemampuan yang dapat mengelola perasaan yang dikenal dengan Emotional Quotient/EQ (kecerdasan emosi). Emotional Quotient adalah kecerdasan yang mengelola hubungan dengan diri, orang lain dan lingkungan. Tujuannya untuk menciptakan keseimbangan dan keharmonisan didalam diri dan juga diluar diri.
Goleman dalam penelitian tersebut menyimpulkan Intellectual Quotient (IQ) hanya bisa menyumbang 20% dari keberhasilan sedangkan 80% merupakan sumbangan dari sekumpulan kecerdasan lain yang terumus dalam sebuah Kecerdasan Emosi (EQ). Artinya pengelolaan Emotional Quotient yang baik dapat menopang dan memperlancar kerja Intellectual Quotient (IQ) (nalar). Pendapat Goleman tentang peran EQ sebagai penopang IQ diperkuat oleh Steve Hein. Steve Hein menjelaskan bahwa IQ akan berfungsi optimal jika setiap orang memiliki kualitas Emosi yang baik yang ia singkat ”BARE” berikut ini:
– Balance (Keseimbangan diri)
– Awareness (Kesadaran diri)
– Responsibility (Tanggung jawab diri)
– Emphathy (Empati)
Keseimbangan Diri, Kesadaran Diri, Rasa Tanggung Jawab dan Empati merupakan pilar pokok yang dapat menopang keberhasilan kerja IQ. Artinya, EQ akan menentukan seberapa baik kualitas diri anda dalam menerapkan keahlian (IQ) yang anda miliki, oleh karena itu IQ yang tinggi tidak dapat menolong anda menjadi pribadi yang berkualitas jikalau:
Hidup anda dipenuhi kecemasan dan kekuatiran,
Hidup tanpa Kesadaran (Aware) untuk menggali dan menumbuhkan potensi diri
Hidup tanpa Tanggung Jawab (Responsibility) baik terhadap diri, pekerjaan maupun orang lain
Hidup tanpa melibatkan diri untuk turut merasakan dan mengambil peran aktif (Empaty) dalam kehidupan diri dan orang lain..
Sedangkan Richard Charlson mengungkapkan bahwa orang-orang sukses umumnya memiliki kualitas emosi seperti yang terumus dalam 3R berikut ini:
– Responsive: Bertindak tepat sesuai masalah yang dihadapi, memiliki kemampuan mempertahankan perspective dan memiliki solusi alternative atau tindakan terbaik saat menghadapi situasi yang unik – karena ia mampu melihat sebuah gambaran keseluruhan dengan baik.
– Receptive: Terbuka terhadap saran dan gagasan, baik berupa data, kreatifitas maupun gagasan baru. Orang Receptive bersedia mendudukan diri dalam posisi ”Beginner – Pemula,” sebuah posisi yang selalu mendorong untuk mau dan terus belajar apa saja dan dari siapa saja walau ia sebenarnya tergolong pakar. Ia suka bekerja sama.
– Reasonable: Orang reasonable memiliki kemampuan melihat segala sesuatu secara bebas tanpa kecendrungan membenarkan diri; Karena ia tahu kecendrungan membenarkan diri sering menjadi penghambat terhadap pandangan baru yang lebih perspective dan maju. Ia memiliki kualitas menempatkan diri dalam posisi orang lain, melihat gambaran lebih besar serta mampu mempertahankan perspective. Oleh karena itu orang reasonable biasanya menempatkan diri sebagai pendengar yang baik, memiliki kepedulian dan suka menolong.
Orang berkualitas tiga R tidak mempersoalkan hal-hal kecil dalam hidup (pekerjaan, keluarga dan pergaulan) walau bertentangan dengan logika atau nalar mereka. Sebaliknya setiap persoalan yang dihadapi dijadikan sumber belajar dan evaluasi lebih lanjut.
Namun baik kualitas BARE maupun 3R harus terus diasah dan dilatih hingga menjadi B-CARE (Balance-Keseimbangan, Control-Pengendalian Diri, Awareness-Kesadaran Diri, Responsibility-Tanggung Jawab dan Empathy-Empati) secara baik, sebab jika tidak orang tersebut pada akhirnya akan cendrung mengalami:
Tak mampu menghadapi/menerima sesuatu yang baru (mudah kalut oleh perubahan buruk-bad handling change).
Tidak mampu membangun diri dan tidak percaya pada diri dan orang lain, karena itu ia tak mampu bekerja sama (membetuk team)
Tak tahu membangun hubungan dengan diri dan mudah patah semangat dalam menjalin hubungan dengan orang lain. (sering putus hubungan dengan diri dan tak bisa menghadapi orang lain senhingga gampang kalap)
Gampang mengabaikan tugas dan melempar tanggung jawab terhadap orang lain
Mudah kehilangan motivasi, inspirasi dan strategy/cara dalam bereaksi (mudah burn-out and missing action.”)
Gegabah dalam bertindakan (bisa kebablasan untuk mencari perhatian) (over action) dan juga sering tak bisa berbuat apa-apa karena karena over caution (terlalu berhati-hati)
Pengelolaan Emosi yang baik dapat menciptakan keseimbangan dalam menciptakan keharmonisan dalam membangun hubungan dengan diri, orang lain dan lingkungan. Keseimbangan dan pengelolaan Emosi ini sangat penting karena hidup ini ibarat permainan Ketangkasan Lima Bola; ada yang disebut bola keluarga, bola persahabatan, bola kesehatan, bola rohani dan bola pekerjaan. Diperlukan keseimbangan dan keharmonisan gerak saat melemparkan bola-bola itu ke udara agar tidak terjatuh.
Kebanyakan orang lebih mencemaskan bola pekerjaan tapi ternyata ia hanyalah sebuah bola karet yang bisa memantul lagi saat terjatuh. Sedangkan empat bola sisa terbuat dari gelas/kristal. Mereka akan tergores, terluka, retak, bahkan hancur berkeping-keping jika terjatuh dan tak akan kembali ke rupa mereka yang semula.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

LI AN MOEN ANA ATUK BIJAEL

  LI AN MOEN ANA ATUK BIJAEL 1.      When you are traveling around Timor, especially at the district of north middle Timor, you will be fa...