https://drive.google.com/file/d/1IpA70ea5bj0nLzFEYC7j1C685Gcg4xfC/view?usp=sharing

Cari Blog Ini

Rabu, 29 April 2015

Corporate Culture (Profit versus Prosperity) (4)



Tulisan ini berikut ini merupakan sambungan dari Topic Corporate Culture di http://leonardusnana.blogspot.com/2015/04/corporate-culture_26.html
Profit versus Prosperity
Mari kita melihat lagi benih yang jatuh dan mati itu, kini telah tumbuh menjadi sebuah pohon yang menghasilkan. Siapakah yang seharusnya menikmati hasilnya, apakah pemilik atau perawat atau pekerja nya?
Banyak orang menjawab pemilik. Jawaban itu salah sebab pemilik biasanya mendapatkan sisa hasil. Sebab jika pemilik maka perawat atau pekerjanya akan lapar dan tidak bertenaga untuk memelihara dan merawatnya, maka pohon itu tidak akan berbuah lebih banyak lagi. Tetapi pohon yang terawat baik akan bertumbuh subur dan berbuah lebih banyak lagi, maka pemiliknya akan mendapat lebih banyak dan perawat atau pekerja nya akan mendapatkan secukupnya – luar biasa.
Orang berkata bahwa tujuan pokok dari setiap organisasi modern adalah profit. Tidak, mereka salah sebab tujuan utama dari setiap organisasi modern adalah prosperity/kesejahteraan bukan profit/laba – profit akan mengikutinya.  
Mengapa harus prosperity first? Sebab kesejahteraan akan menjadikan setiap member organisasi mencitai organisasi/tempat kerjanya dan peduli pada apa yang mereka kerjakan. Oleh sebab itu organisasi/perusahaan tidak akan berproduksi maksimal jika perusahaan itu tidak mensejahterakan membernya yang smart and care. Mengapa? Satu hal yang harus dipahami adalah LOGIKA para member/karyawan yang  smart and care tidak akan berjalan baik jika LOGISTIC tidak terisi – demikian Einstein berkata Perut lapar tidak dapat menghasilkan PEMIKIRAN yang LOGIS.
Logistic jenis apa saja yang harus terisi? Beberapa logistic yang harus terisi adalah:
1.     Logistic of intellect: Bekerja adalah Belajar yang dibayar (paid learning). Artinya organisasi harus menyediakan diri sebagai tempat dan sumber belajar, bimbingan dan pelatihan yang berkelanjutan bagi peningkatan intellect and experience pekerjanya.

Dalam oraganisasi pendidikan, sekolah merupakan tempat yang paling baik bagi seorang guru untuk belajar dan terus belajar guna mendapatkan sebuah ketrampilan atau metode mengajar yang baik. Setelah itu dia akan terus menekuni ketrampilan tersebut hingga benar-benar dikuasainya. Penguasaan sebuah Ketrampilan/metode tidak diperoleh dalam sekejab, tetapi melalui serangkaian praktek yang berlangsung terus-menerus (pembiasaan) dalam waktu yang lama.
Merujuk pada temuan Tacit Knowledge dari Prof. Stenberg, seorang psikolog dari Yale University, seorang guru misalnya akan sangat ahli dalam mengajar dan dalam penguasaan metode pengajaran bukan karena kecerdasannya saat kuliah, tapi karena ia telah berpraktek, praktek dan praktek mengajar.
2.     Logistic of emotion: Bekerja itu menyenangkan (fun working). Artinya organisasi harus menjadi tempat yang nyaman dan menyenangkan sehingga membernya memiliki kestabilan emosi untuk menumbuhkan cinta, peduli dan memiliki sense of belonging pada pekerjaannya. Anggota yang stabil emosi mampu mengerjakan hal-hal mustahil atau menghasilakn inovasi dan temuan.
3.     Logistic of Faith: Bekerja adalah ibadah (working is worship) dapat dibaca pada Sirach 38:34b ‘when they do their works, it is the same as offering prayer.’ Artinya organisasi harus menjadi tempat meletakan harapan dan masa depan sehingga member mampu mengerjakan hal-hal mustahil karena dia mampu melupakan hal-hal luar yang mengoda. Anggota yang beriman dalam pekerjaan mampu menyatu dan mendedikasikan seluruh hidup bagi pekerjaannya.
Memperhatikan rumusan ketiga logistic diatas, seorang pekerja (guru misalnya) yang berkepenuhan dalam logistic of intellect, logistic of emotion and logistic of faith akan bertumbuh menjadi seorang guru yang baik dan mampu menemukan metode mengajar yang baik. Apa itu seorang guru yang baik dan apa itu metode yang baik?
Prof. Yohanes Surya, seorang Fisikawan hebat Indonesia dalam video clip From zero to infinity mengatakan ‘Guru yang baik adalah guru yang mampu memebri motivasi dan inspirasi bagi anak didiknya. Sedangkan Motode yang baik adalah cara yang bisa membuat persoalan yang sulit menjadi mudah dan membuat pelajaran itu menjadi gasing (gampang, asyik dan menyenangkan).’
Namun apa yang terjadi jika Logistic tidak terpenuhi? Logic, emotion and faith akan menjadi powerless (tak berdaya) untuk menjadikan setiap anggota orang yang Cerdas, Peduli, Beriman dan Cinta pada pekerjaan dan orang yang dilayani. Maka hasil pekerjaannya tidak akan cukup bagi organisasi untuk membayar upah atau memberi kesejahteraan bagi dirinya dan anggota lain.
Setiap member dari setiap organisasi missalnya organisasi pendidikan seperti guru, karyawan, pengurus yayasan yang tidak tercukupi logistic otak, logistic emosi dan logistic iman akan bekerja dalam kegundahan; gundah memikirkan kebutuhan hidup, gundah memikirkan pendidikan anak dan gundah memikirkan hari tua. Kegundahan Hati hanya akan meningkatkan kebimbangan dan kebimbangan hanya akan mengkerdilkan daya pikir, dan mengikis rasa percaya diri dan memerosotkan iman sehingga mereka tak akan mampu untuk mengambil keputusan guna melakukan sesuatu yang lebih besar.
Kegundahan membuat setiap member organisasi, baik majikan maupun karyawan tak akan memperoleh apa-apa dari apa yang diimpikan, diharapkan dan direncanakan seperti tertulis: ………whoever doubts is like a wave in the Sea that is driven and blown about by the wind. A person like that unable to make up his mind and undecided in all he does; he must not think that he will receive anything from the Lord. James 1:6b,7-8. Senada dengan ayat suci diatas, Einstein berbagi pengalaman bahwa: “Tidak ada karya hebat yang lahir dari seseorang yang sedang dilanda kegundahan.”
Kembali kepada konteks Profit dan Prosperity dalam sebuah Organisasi (Yayasan) Pendidikan. Pada dasarnya sebuah organisasi Pendidikan tidak menjadikan profit sebagai prioritas melainkan prosperity setiap anggotanya mulai dari Siswa, Guru dan Karyawan.
Profit atau Prosperity dalam sebuah Organisasi (Yayasan) Pendidikan dapat tercipta melalui Penghasilan/Jasa Pendidikan. Sumber penghasilan pokok dari sebuah organisasi pendidikan swasata adalah sumbangan pembangunan pendidikan (spp/uang sekolah). Orangtua-wali siswa mau membayar berapapun uang sekolah atau jasa pendidikan demi pelayanan dan kesejahteraan belajar anak-anak mereka. Kesejahteraan belajar siswa bisa diukur dari beberapa hal berikut:
1.     Penyediaan fasilitas belajar yang memadai seperti ruang kelas, laboratorium dan perpustakaan.
2.     Pelayanan, pendampingan dan didikan yang optimal dalam belajar oleh tenaga pendidik (guru) dan tenaga kependidikan (staf admin) yang credible (cerdas, professional, peduli,dan kasih).
3.     Hasilnya adalah yayasan akan memiliki sekolah yang ternama dengan siswa-siswi cerdas dan tenaga kerja (guru dan karyawan) yang sejahtera dan credible (cerdas, professional, peduli,dan kasih). Leo
Would you like to read more……….? Please visit us at your next chance

Minggu, 26 April 2015

Corporate Culture (3)



Tulisan ini berikut ini merupakan sambungan dari Topic Corporate Culture di http://leonardusnana.blogspot.com/2015/04/corporate-culture-basic-mentality.html
Corporate Culture
Sudahkah para member organisasi pendidikan mulai dari murid, guru, staff dan pengurus yayasan membangun cinta dan relasi dengan pekerjaan, dengan anggota lain atau mereka (anak didik) yang dilayani? Kesuksesan hanya tercipta jika anda memiliki relasi, peduli dan cinta sempurna dengan pekerjaan, dengan anggota lain atau mereka (anak didik) yang dilayani. Ini akan melahirkan sebuah corporate culture.
Corporate culture yang terbentuk dari setiap member organisasi pendidikan Katolik adalah:
1.     Budaya kebersamaan dan berbagi dalam persaudaraan iman Katolik.
2.     Budaya peduli dan saling melayani antar setiap corporate member (siswa, guru, staf dan pengurus yayasan).
3.     Budaya Peduli dan Cinta terhadap Pekerjaan dan mereka yang dilayani.
4.     Budaya mengawali kegiatannya dengan bersyukur melalui ibadat sabda atau ibadat Ekaristi Kudus.
5.     Budaya saling menghormati, melayani, menyapa dan berjabatan tangan (siswa biasanya mencium tangan para pendidik atau orangtua yang mereka jumpai).
Tujuan budaya organisasi (corporate culture) adalah untuk menciptakan persaudaraan dan kepedulian diantara sesama saudara dan terhadap apa yang dikerjakan. Steve Jobs (Apple) berkata adalah baik berkerja bersama orang-orang pintar – tetapi lebih baik jika bekerja bersama orang cerdas yang memiliki kepedulian yang sama. Peduli terhadap kemajuan dan kesejahteraan bersama atau peduli sesama, peduli pekerjaan dan peduli lingkungan.
Saya yakin setiap corporate member mulai dari siswa, guru, karyawan sampai Biarawan/biarawati) dari setiap organisasi pendidikan Katolik adalah orang-orang pintar, tetapi apakah mereka memiliki kepedulian yang sama dalam membangun persaudaraan dan saling melayani demi kemajuan bersama? Jawaban ada ditangan anda.
Corporate culture (budaya organisasi) sangat dijaga oleh organisasi modern atau perusahaan-perusahaan bonafide karena prinsip ini:
1.     Besarnya finance dan advanced technology dapat disaingi tetapi seorang karyawan yang cerdas dan peduli tidak dapat disaingi oleh apapun.
2.     Sebuah high tech Computer dapat mengerjakan pekerjaan 50 orang pintar tetapi satu orang cerdas dan peduli tidak tergantikan oleh 50 high tech Computers.
3.     Keberhasilan organisasi anda tidak akan terpenuhi baik jika para pekerja tidak dapat merasa nyaman dan menikmati apa yang mereka kerjakan (tidak sejahtera).
Oleh sebab itu karyawan mendapatkan tempat utama bukan modal dan teknologi. Banyak pelatihan dan bimbingan akan terus diberikan demi peningkatan kualitas intellect, kestabilan emosi dan pertumbuhan iman yang teguh. Karyawan kelompok ini tidak akan pernah mau dibajak oleh organisasi lain walau dengan imingan penghasilan tinggi. Mengapa? Karyawan telah menerima pekerjaannya sebagai bagian dari dirinya.
Dengan demikian, majikannya tidak akan pernah memperlakukan karyawannya dengan prinsip pekerja membutuhkan pekerjaan dan bukan sebaliknya. Atau jika anda tidak mau bekerja disini, masih banyak yang antri untuk bekerja. Mengapa? Sesungguhnya pekerjaan membutuhkan pekerja untuk diselsaikan. Sebab sebuah pekerjaan tidak akan menghasilkan sesuatu jika tidak mendapatkan sesuntuhan seorang pekerja. Selanjutnya, mereka yang antri untuk bekerja, biasanya belum memahami budaya organisasi karena itu mereka belum bisa bekerja maximal dan harus diberi kesempatan untuk belajar bukan siap kerja.  Contohnya: seorang guru baru harus belajar membangun hubungan baik dengan sesama guru dan para siswa, dengan lingkungan sekolah dan belajar memahami budaya sekolah. Sebaliknya para siswa dan guru harus belajar menerima dan memberi kesempatan kepada guru baru tersebut untuk belajar bersama.
Would you like to read more……….? Please visit us at your next chance

Jumat, 24 April 2015

CORPORATE CULTURE (BASIC MENTALITY) (2)



CORPORATE CULTURE  (BASIC MENTALITY)
Tulisan ini berikut ini merupakan sambungan dari Topic Corporate Culture di http://leonardusnana.blogspot.com/2015/04/corporate-culture_21.html
Perintis Pendidikan di Indonesia
Sebelum Indonesia merdeka dan mampu untuk mendirikan dan mengelola organisasi pendidikan, organisasi berbasis agama Katolik telah memberdayakan banyak anak-anak bangsa menjadi pribadi yang cerdas, peduli dan bertagwa.
Banyak kongregasi seperti SVD atau OFM Conventual telah memutuskan “untuk menjatuhkan benih ke tanah dan mati” melalui berbagai karya, salah satunya adalah karya pendidikan. Kongregasi Katolik berani menjatuhkan benihnya pada karya pendidikan karena percaya bahwa dari benih yang mati itu akan akan berkecambah dan tumbuh menjadi pohoh-pohon TK, SD, SMP, SMA dan Perguruan Tinggi. Pohon-pohon (organisasi sekolah) tersebut dihimpun dalam suatu lembaga gerejani berbentuk yayasan atau lainnya untuk terus memelihara, merawat, dan memupuki agar dapat bertumbuh subur dan menghasilkan daun, bunga, kayu dan buah.
Basic Mentality.
Sekolah-sekolah yang dikelola kongregasi Katolik mengalami kemajuan yang luar biasa karena dilandasi pada suatu pemikiran dasar yang mengutamakan bukan hanya kecerdasan dan kedisiplinan saja tetapi juga kesopanan, kepedulian, ketagwaan dan cinta.
Karena itu, setiap member organisasi pendidikan katolik, mulai dari murid, karyawan, guru dan biarawan-biarawati adalah pribadi yang selalu dituntun untuk belajar dan bekerja dengan hati. Tujuannya adalah mereka dapat bertumbuh menjadi pribadi bernilai dan unggul (subur dan menghasilkan daun, bunga, kayu dan buah). Di sini, anda akan ditanamkan sebuah mental dasar/dasar berpikir tentang falsafah organisasi tersebut – atau yang disebut basic mentality.
Percaya atau tidak, Yohanes 12:24 talah menjadi Basic Mentality dari setiap organisasi modern. Ketika anda memutuskan menjadi member sebuah organisasi termasuk yayasan pendidikan, anda harus memutuskan untuk jatuh atau meninggalkan impian yang lain dan siap mati atau mendedikasikan seluruh waktu, tenaga dan sumber daya bagi kemajuan organisasi tersebut.
Artinya, saat anda memutuskan menjadi siswa dari sebuah sekolah Katolik, anda harus siap mengikuti cara bagaimana anda seharusnya belajar dan dididik. Anda belajar dan dididik mengutamakan bukan hanya kecerdasan dan kedisiplinan saja tetapi juga kepedulian, ketagwaan dan cinta. Tetapi jika anda memutuskan menjadi guru dari sebuah sekolah katolik, anda harus siap mati atau mendedikasikan seluruh waktu, tenaga dan sumber daya bagi kemajuan belajar siswa dan kesejahteraan anda dan kemajuan organisasi/lembaga. Anda, baik itu siswa atau guru akan meraih ini jika anda mencintai apa yang anda kerjakan.
Basic mentality atau pemikiran dasar tentang mencintai apa yang anda kerjakan sesungguhnya merupakan misi hidup setiap orang yang beradab. Steven Covey berkata Please find your life’s mission – you were born to love what you do. Anda sebagai guru atau karyawan dan pengurus yayasan tidak akan siap mati untuk kemudian bertumbuh dan mencurahkan seluruh waktu, tenaga dan sumber daya untuk merawat pohoh atau mendidik siswa-siswi TK sampai SMA jika anda tidak mencintai apa yang anda kerjakan atau mereka yang anda didik.
Dengan cinta, anda akan bekerja dengan hati dan siapa yang bekerja dengan hati akan bekerja seturut Rome: 12:11 “Work hard don’t be lazy. Serve the Lord with a heart full of devotion. Let your hopes keep you joyful. Be patient in all your troubles and pray all the times.” Maka perhatikan bahwa kesuksesan besar dan kesejahteraan berlimpah akan dicurahkan kepada mu. Barac Obama pernah berujar, life is blessed in the service to others atau hidup terberkati untuk memberkati orang lain - be blessed to bless. Hidup untuk melayani, melayani dengan semua yang anda miliki.
Cinta pada pekerjaan dan orang-orang yang dilayani mendorong anda bekerja lebih keras sebagai sebuah ibadah dan terus bersuka-cita dalam pengharapan. Hal ini akan terwujud jika anda bisa menjiwai apa yang anda kerjakan dan senantiasa menempatkan pekerjaan dan orang-orang yang anda layani dalam hati anda. Maka hal pertama dan utama dalam karya adalah membangun sebuah relasi – hati anda harus berelasi dengan pekerjaan dan juga mereka yang anda layani. Seperti yang diungkapkan oleh Thomas Watson Sr. berkata “To be successful, you have to have your heart in your business and your business in your heart.” Pekerjaan dan mereka yang anda layani adalah harta anda, karena itu pesan penginjil Matius ini tepat untuk kita ikuti, ‘di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada (Matius 6:21).
Would you like to read more……….? Please visit us at your next chance

LI AN MOEN ANA ATUK BIJAEL

  LI AN MOEN ANA ATUK BIJAEL 1.      When you are traveling around Timor, especially at the district of north middle Timor, you will be fa...