Tulisan ini berikut ini merupakan sambungan dari Topic Corporate Culture
di http://leonardusnana.blogspot.com/2015/04/corporate-culture_26.html
Profit versus Prosperity
Mari kita melihat lagi benih yang
jatuh dan mati itu, kini telah tumbuh menjadi sebuah pohon yang menghasilkan.
Siapakah yang seharusnya menikmati hasilnya, apakah pemilik atau perawat atau
pekerja nya?
Banyak orang menjawab pemilik.
Jawaban itu salah sebab pemilik biasanya mendapatkan sisa hasil. Sebab jika
pemilik maka perawat atau pekerjanya akan lapar dan tidak bertenaga untuk memelihara
dan merawatnya, maka pohon itu tidak akan berbuah lebih banyak lagi. Tetapi pohon
yang terawat baik akan bertumbuh subur dan berbuah lebih banyak lagi, maka
pemiliknya akan mendapat lebih banyak dan perawat atau pekerja nya akan
mendapatkan secukupnya – luar biasa.
Orang berkata bahwa tujuan pokok dari
setiap organisasi modern adalah profit. Tidak, mereka salah sebab tujuan utama dari
setiap organisasi modern adalah prosperity/kesejahteraan bukan profit/laba –
profit akan mengikutinya.
Mengapa harus prosperity first? Sebab
kesejahteraan akan menjadikan setiap member organisasi mencitai
organisasi/tempat kerjanya dan peduli pada apa yang mereka kerjakan. Oleh sebab
itu organisasi/perusahaan tidak akan berproduksi maksimal jika perusahaan itu
tidak mensejahterakan membernya yang smart and care. Mengapa? Satu hal yang
harus dipahami adalah LOGIKA para member/karyawan yang smart and care tidak akan berjalan baik jika
LOGISTIC tidak terisi – demikian Einstein berkata Perut lapar tidak dapat
menghasilkan PEMIKIRAN yang LOGIS.
Logistic jenis apa saja yang harus
terisi? Beberapa logistic yang harus terisi adalah:
1. Logistic of intellect: Bekerja
adalah Belajar yang dibayar (paid learning). Artinya organisasi harus
menyediakan diri sebagai tempat dan sumber belajar, bimbingan dan pelatihan
yang berkelanjutan bagi peningkatan intellect and experience pekerjanya.
Dalam oraganisasi pendidikan, sekolah merupakan tempat yang
paling baik bagi seorang guru untuk belajar dan terus belajar guna mendapatkan
sebuah ketrampilan atau metode mengajar yang baik. Setelah itu dia akan terus
menekuni ketrampilan tersebut hingga benar-benar dikuasainya. Penguasaan sebuah
Ketrampilan/metode tidak diperoleh dalam sekejab, tetapi melalui serangkaian
praktek yang berlangsung terus-menerus (pembiasaan) dalam waktu yang lama.
Merujuk pada temuan Tacit Knowledge dari Prof. Stenberg,
seorang psikolog dari Yale University, seorang guru misalnya akan sangat ahli
dalam mengajar dan dalam penguasaan metode pengajaran bukan karena
kecerdasannya saat kuliah, tapi karena ia telah berpraktek, praktek dan praktek
mengajar.
2. Logistic of emotion: Bekerja itu
menyenangkan (fun working). Artinya organisasi harus menjadi tempat yang nyaman
dan menyenangkan sehingga membernya memiliki kestabilan emosi untuk menumbuhkan
cinta, peduli dan memiliki sense of belonging pada pekerjaannya. Anggota yang
stabil emosi mampu mengerjakan hal-hal mustahil atau menghasilakn inovasi dan
temuan.
3. Logistic of Faith: Bekerja adalah
ibadah (working is worship) dapat dibaca pada Sirach 38:34b ‘when they do their works, it is the same as
offering prayer.’ Artinya organisasi harus menjadi tempat meletakan harapan
dan masa depan sehingga member mampu mengerjakan hal-hal mustahil karena dia
mampu melupakan hal-hal luar yang mengoda. Anggota yang beriman dalam pekerjaan
mampu menyatu dan mendedikasikan seluruh hidup bagi pekerjaannya.
Memperhatikan rumusan ketiga
logistic diatas, seorang pekerja (guru misalnya) yang berkepenuhan dalam
logistic of intellect, logistic of emotion and logistic of faith akan bertumbuh
menjadi seorang guru yang baik dan mampu menemukan metode mengajar yang baik.
Apa itu seorang guru yang baik dan apa itu metode yang baik?
Prof.
Yohanes Surya, seorang Fisikawan hebat Indonesia dalam video clip From zero to
infinity mengatakan ‘Guru yang baik adalah guru yang mampu memebri motivasi dan
inspirasi bagi anak didiknya. Sedangkan Motode yang baik adalah cara yang bisa
membuat persoalan yang sulit menjadi mudah dan membuat pelajaran itu menjadi
gasing (gampang, asyik dan menyenangkan).’
Namun apa yang terjadi jika Logistic
tidak terpenuhi? Logic, emotion and faith akan menjadi powerless (tak berdaya)
untuk menjadikan setiap anggota orang yang Cerdas, Peduli, Beriman dan Cinta pada
pekerjaan dan orang yang dilayani. Maka hasil pekerjaannya tidak akan cukup
bagi organisasi untuk membayar upah atau memberi kesejahteraan bagi dirinya dan
anggota lain.
Setiap
member dari setiap organisasi missalnya organisasi pendidikan seperti guru,
karyawan, pengurus yayasan yang tidak tercukupi logistic otak, logistic emosi
dan logistic iman akan bekerja dalam kegundahan; gundah memikirkan kebutuhan
hidup, gundah memikirkan pendidikan anak dan gundah memikirkan hari tua. Kegundahan
Hati hanya akan meningkatkan kebimbangan dan kebimbangan hanya akan
mengkerdilkan daya pikir, dan mengikis rasa percaya diri dan memerosotkan iman sehingga
mereka tak akan mampu untuk mengambil keputusan guna melakukan sesuatu yang
lebih besar.
Kegundahan membuat setiap member
organisasi, baik majikan maupun karyawan tak akan memperoleh apa-apa dari apa
yang diimpikan, diharapkan dan direncanakan seperti tertulis: ………whoever doubts
is like a wave in the Sea that is driven and blown about by the wind. A person
like that unable to make up his mind and undecided in all he does; he must not
think that he will receive anything from the Lord. James 1:6b,7-8. Senada
dengan ayat suci diatas, Einstein berbagi pengalaman bahwa: “Tidak ada karya
hebat yang lahir dari seseorang yang sedang dilanda kegundahan.”
Kembali kepada konteks Profit dan
Prosperity dalam sebuah Organisasi (Yayasan) Pendidikan. Pada dasarnya sebuah organisasi
Pendidikan tidak menjadikan profit sebagai prioritas melainkan prosperity
setiap anggotanya mulai dari Siswa, Guru dan Karyawan.
Profit atau Prosperity dalam sebuah
Organisasi (Yayasan) Pendidikan dapat tercipta melalui Penghasilan/Jasa
Pendidikan. Sumber penghasilan pokok dari sebuah organisasi pendidikan swasata
adalah sumbangan pembangunan pendidikan (spp/uang sekolah). Orangtua-wali siswa
mau membayar berapapun uang sekolah atau jasa pendidikan demi pelayanan dan kesejahteraan
belajar anak-anak mereka. Kesejahteraan belajar siswa bisa diukur dari beberapa
hal berikut:
1. Penyediaan fasilitas belajar yang
memadai seperti ruang kelas, laboratorium dan perpustakaan.
2. Pelayanan, pendampingan dan didikan yang
optimal dalam belajar oleh tenaga pendidik (guru) dan tenaga kependidikan (staf
admin) yang credible (cerdas, professional, peduli,dan kasih).
3. Hasilnya adalah yayasan akan
memiliki sekolah yang ternama dengan siswa-siswi cerdas dan tenaga kerja (guru
dan karyawan) yang sejahtera dan credible (cerdas, professional, peduli,dan
kasih). Leo
Would you like to read more……….? Please visit us
at your next chance