https://drive.google.com/file/d/1IpA70ea5bj0nLzFEYC7j1C685Gcg4xfC/view?usp=sharing

Cari Blog Ini

Kamis, 03 Juli 2014

UJIAN NASIONAL SEBUAH PRO DAN KONTRA

UJIAN NASIONAL SEBUAH PRO DAN KONTRA
Ujian Nasional atau yang biasa dikenal dengan UN adalah sebuah ujian akahir yang dilaksanakan serentak di seluruh tanah air pada Tingkat Satuan Pendidikan SMA, SMK, SMP dan juga SD. Setiap siswa kelas XII SMA atau SMK, siswa kelas IX SMP dan siswa kelas VI SD wajib mengikuti Ujian Nasional. Mereka baru dinyatakan tamat dari Satuan Tingkat Pendidikan yang ditempuhnya jika mereka berhasil menyelesaikan ujian tersebut dengan standard angka nilai yang disyaratkan.
Penyelenggara Ujian Nasional adalah Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Soal-soal Ujian Nasional biasanya disusun oleh sebuah team yang dibentuk dengan terlebih dahulu mendapatkan masukan berupa bentuk-bentuk soal dari setiap propinsi. Soal-soal UN umumnya dicetak di Jakarta, kemudian didistribusikan ke sekolah-sekolah di seluruh tanah air melalui masing-masing Dinas Pendidikan di daerah-daerah.
Tujuan penyelenggaraan Ujian Nasional adalah tidak lain untuk mengetahui dan mengukur daya serap setiap pembelajar terhadap bahan ajar yang telah ditetapkan dalam kurikulum pendidikan, untuk mengetahui kemampuan siswa dalam menyelesaikan setiap soal yang diujikan, untuk memetakan kemajuan pendidkan di tanah air sesuai karakteristik wilayah, ketersedian fasilitas dan kemudahan tertentu dalam belajar. Serta untuk mengukur tingkat pemerataan pendidikan terhadap setiap anak usia sekolah di seluruh tanah air,
Tujuan penyelenggaraan UN sungguh sangat bagus, sebab tanpa UN, pemerintah akan mengalami kesulitan untuk mengukur kemampuan seluruh anak bangsa yang sedang belajar. Tanpa UN, kualitas anak muda bangsa tidak bisa diketahui dan kesulitan yang dihadapi dalam belajar tidak bisa diidentifikasi untuk mencarikan jalan keluar. Oleh karena itu, ujian akhir masih harus terus diselenggarakan oleh pemerintah pusat dan dijalankan oleh seluruh satuan tingkat pendidikan di seluruh tanah air. Dengan demikian, UN masih belum bisa sepenuhnya dipercayakan kepada daerah dan atau kepada setiap satuan tingkat pendidikan karena standard yang disyaratkan oleh tentu saja akan berbeda-berbeda.
Penyelenggaraan UN merupakan sebuah tantangan yang baik bagi terciptanya sebuah iklim kompetisi dalam proses belajar. Kehadiran UN akan mendorong setiap pembelajar untuk tidak bediam diri dalam malas. Melainkan mereka akan senantiasa berjuang dalam belajar guna meraih sebuah prestasi yang baik.

Ujian Nasional tidak mencerdaskan dan tidak memberdayakan
Namun, jika dikaji secara lebih cermat, Ujian Nasional dewasa ini tidak lagi memiliki dampak significant terhadap pencapaian seorang siswa secara akademis. Ujian Nasional pada jaman ini tidak lagi dihadapi dengan proses belajar yang menyenangkan dan menarik. Ujian Nasional tidak lagi berperan untuk mendorong seorang pembelajar untuk menjadikan belajar sebagai sebuah kebiasaan yang cerdas, inovaitf dan kreatif. Ujian Nasional jaman ini tidak lagi menjadi sebuah proses ujian yang memberikan tantangan bagi para siswa untuk bertumbuh dan matang dalam intelektual, emosi, karakter dan iman.
Umumnya, orang melihat Ujian Nasional sebagai sebuah tahapan akhir bagi seseorang siswa untuk menyelesaikan belajarnya dan lulus. Artinya siswa tidak lagi belajar sebagai sebuah tindakan untuk menyalurkan bakat dan kreatifitas guna mengetahui dan menemukan sesuatu. Siswa tidak lagi belajar untuk mengembangkan diri dan bertumbuh menjadi manusia cerdas dan mandiri. Melainkan siswa hanya belajar dan belajar sekedar sebagai syarat untuk menanmatkan belajar dan memperoleh ijasah..
Pemaparan diatas menjelaskan bahwa siswa akan sungguh-sungguh belajar semata-mata untuk mengerjakan Ujian Nasional. Bukan belajar untuk menjadi pintar, cerdas, kreatif dan inovatif. Siswa tidak lagi belajar untuk bertumbuh dan mendapatkan kematangan intellectual, kematangan social dan pertumbuhan rohani.  Ini berarti, proses belajar dewasa ini akan dijalankan semata-mata untuk menghadapi ujian nasional dan lulus. Ini menunjukan bahwa system belajar yang ditekankan adalah system belajar untuk mendapatkan sebuah angka yang baik sebagai imbalan bukan belajar untuk menjadi pintar, dewasa dan berhikmat.
Proses belajar yang demikian biasanya hanaya akan memaksakan seorang siswa untuk mengulang dan menghafal materi atau model-model soal yang biasa diujikan dalam UN.  Siswa tidak lagi dilatih untuk belajar menemukan dan memecahkan sebuah persoalan. Siswa tidak lagi dituntun untuk berpikir kritis dan kreatif.
Jika demikian, semangat ingin tahu, daya juang, kemandirian dan kreatifitas seorang pembelajar akan mati. Seorang pembelajar tidak akan pernah mampu mendapatkan apa dari belajarnya atau tidak akan pernah ada pencapaian dalam belajar. Apalagi adanya penemuan sesuatu atau invention. Mengapa? Karena ketakutan terhadap UN telah menghambat seseorang untuk mengasah intelektualnya, emosinya, kreatifitasnya, kemandirian dan rohaninya.
Tujuan proses belajar jaman ini hanya akan dapat memberikan sebuah rasa cemas, takut dan tidak percaya diri, tidak hanya kepada siswa, tetapi juga kepada guru, kepala sekolah dan bahkan kepala dinas pendidikan. Mengapa? Karena ada pergeseran makna belajar dan pergeseran tujuan dari ujian nasional seperti yang diuraikan diatas. Lebih dari itu bahwa ujian nasional sudah diboncengi dengan kepentingan-kepentingan yang jauh dari tujuan belajar itu sendiri. Umumnya para pimpinan daerah mulai dari daerah propinsi, hingga daerah kabupaten/kota melihat ujian nasional sebagai sebuah ajang untuk mencari popularitas. Mereka akan dianggap telah berhasil menjalankan program pendidikan jika hasil ujian pada sekolah-sekolah di daerah yang dipimpinnya mendapatkan kuantitas kelulusan yang besar. Kuantitas kelulusan dapat menjadi tolak-ukur keberhasilan, bukan kualitas proses dan output yang memiliki nilai juang dan dan nilai saing tinggi.

Pembangunan Pendidikan, sebuah pembangunan Politis
 Banyak usaha akan dilakukan untuk mengejar popularitas dalam pembangunan pendidikan di daerah/kota. Pertama, Para Pimpinan Daerah mulanya akan mendirikan sekolah sebanyak-banyaknya. Tujuan dibalik itu sesungguhnya bukan untuk pemerataan dan meningkatkan layanan pendidikan kepada masyarakat. Melainkan untuk mendapatkan dana pembangunan pendidikan sebanyak-banyaknya dari pemerintah pusat. Selanjutnya adalah membagikan proyek-proyek pembangunan kepada para investor politik yang telah berjasa dalam keberhasilan pilkada dan membagi-bagi jabatan kepala sekolah kepada orang-orang yang loyal atau menjadi team sukses dalam pilkada. Oleh karena itu, Pembangunan sekolah-sekolah itu umumnya tidak memperhatikan masalah geografi dan demografi. Sekolah-sekolah bergedung megah akan dibangun di daerah yang loyal pada pimpinan tanpa memperhatikan kemudahan untuk datang ke daerah tersebut dan ratio penduduk yang akan belajar di sekolah tersebut. Maka tidak mengherankan jika tidak ada banyak murid yang bisa belajar pada sekolah-sekolah yang baru didirikan tersebut.
Benar bahwa pembangunan sekolah-sekolah baru bertujuan untuk mendekatkan layanan pendidikan pada masyarakat. Namun, peningkatan layanan tersebut jarang dilengkapi dengan usaha memberdayakan tenaga kependidikan. Pembangunan seolah-olah berfokus pada pembangunan fisik saja seperti membangun ruang belajar, membangun laboratorium IPA, laboratorium Bahasa dan laboratoium multi media serta perpustakaan. Pertanyaannya, siapakah yang dapat mengelola belajar dalam ruang belajar, siap yang mengelola belajar dalam laboratorium dan perpustakaan? Jawabannya adalah para guru. Pertanyaan selanjutnya dari mana para guru mendapatkan pengetahuan dan ketrampilan untuk mengelola belajar di ruang kelas, di laboratorium dan perpustakaan? Apakah jawabannya dari bangku kuliah?

Bangku Kuliah bukan asal Kecerdasan Naluriah
Oh, tidak! Bangku kuliah tidak memberi seorang sarja pendidikan kesempatan yang cukup untuk mendapatkan ketrampilan praktis dalam mengelola belajar di ruang kelas, di laboratorium dan di perpustakaan. Stenberg, seorang psikolog dari Yale University, menemukan bahwa kumpulan dari praktek yang kita jalankan setiap hari memberikan sebuah tacit knowledge atau pengetahua naluriah. Tacit knowledge ini sangat membantu seseorang mengusai pekerjaan yang sedang dijalani. Sebagai gambaran Prof Steinberg memberi contoh bahwa seorang sopir akan sangat ahli dalam mengemudi dan penguasaan jalan bukan karena kecerdasannya saat kursus montir, tapi karena ia telah berpraktek, praktek dan praktek. Praktek itu tentunya tak dijalankan sebagai suatu rutinitas belaka tetapi praktek tersebut disisipi dengan ide baru, kreatifitas dan innovasi yang mendukung. Praktek yang demikian dapat berbuah keberhasilan.
Keberhasilan diterima sebagai buah berpraktek, praktek dan praktek diperkuat oleh Ted Williams dengan mengatakan: “Orang selalu berkata bahwa bakat dan kejelian saya yang menjadi alasan kesuksesan saya. Mereka tidak pernah berkata tentang praktek, praktek dan praktek yang saya jalankan.  Practice is Good Teacher!’ Tidak keliru orang mengatakan demikian karena Praktek tidak hanya menolong untuk mengingat kembali semua hal (teori+latihan) yang telah dipelajari, tetapi juga dapat membuat kecerdasan dan keahlian bertambah. Mengapa? Karena praktek akan menghasilkan pengetahuan yang bisa digunakan untuk me-recall apa telah dipelajari, mempertajam naluri dan memperkuat ketahanan serta memperbaiki bobot keputusan. Praktek yang tekun menghasilkan keahlian dan keahlian akan menhasilkan keberhasilan dan profesionalisme.

Tidak ada biaya MGMP
Apakah ada kesempatan dan wadah bagi para guru untuk mengasah kemampuan mereka? Ada banyak wadah yang disediakan pemerintah seperti MGMP, dan kegiatan ilmiah seperti seminar, workshop, Bimtek, dan sebagainya. Namun, adakah kesempatan bagi guru untuk mengikuti? Kesempatan itu tentu saja selalu ada tetapi para guru jarang difasilitasi untuk bisa mengjangkau kesempatan tersebut. Sudah menjadi rahasia umum bahwa oknum-oknum tertentu di dinas pendidikanlah yang biasa menikmati fasilitas seperti itu. Selanjutnya yang terjadi adalah guru tidak mendapatkan pengetahuan tambahan dan ketrampilan praktis. Maka tidaklah heran bila tidak semua memiliki guru memiliki informasi, motode dan atau teknik mengajar yang terbaru. Kebanyakan guru masih belum sadar bahwa mereka hanyalah seorang yang bertugas membukakan pintu sedangkan siswalah yang harus memasukinya sendiri. Ini berarti tugas mengajar dan mendidik seorang guru bukan lagi menceramahi tetapi memfasilitasi dan membimbing belajar siswa dengan teknik dan metode yang menyenangkan, memotifasi dan meneguhkan. Lebih dari itu bahwa jika guru tidak dibekali dengan pelatihan tertentu maka tidaklah heran jika semua peralatan modern dan canggih yang disediakan pemerintah bagi sekolah hanya akan menjadi pajangan tak berarti. Sebab guru-guru tidak mendapatkan dan memiliki kemahiran memadai untuk mengoperasikan apalagi untuk mengajari para siswa.

Mutasi dan dampaknya
Kemahiran dalam melaksanakan tugas kerja sebetulnya tidak hanya lahir dari sering sharing pengalaman (MGMP), mengikuti seminar, workshop dan/atau Bimtek saja. Tetapi juga lahir dari suasana kerja yang nyaman dan bersahabat. Suasana kerja yang nyaman dan bersahabat tidak terjadi secara alami tetapi melalui proses pembiasaan, mengalami, dan bersosialisasi terus dan terus dalam waktu tertentu. Oleh karena itu, perlu dicermati bahwa sebuah kemahiran sesungguhnya tidak akan lahir jika seorang yang berpraktek (guru atau profesi apapun) belum merasa nyaman dan menyatu bukan hanya dengan materi yang akan dipraktekannya. Tetapi juga dia harus menyatu dan menjiwa suasana kerja dan bersosialisasi akrab dengan tempat, lingkungan dan dengan mereka yang akan berpraktek bersama, teristimewa para siswa.
Artinya, keprofesionalan seorang guru/pekerja dalam mengajar atau bekerja turut ditentukan oleh keadaan lingkungan kerja dan pihak lain yang terlibat. Namun, bila seseorang terlalu lama bekerja pada sebuah tempat yang sama akan mendapatkan kebosanan dan berakibat pada penurunan kinerja. Oleh karena iyu, mutasi diperlukan guna mendapatkan penyegaran dan pengalaman baru dalam kerja.
Bertolak dari dua kontradiksi diatas, dapat dipahami bahwa ada orang yang perlu diberi kesempatan untuk mengalami suatu suasana dan tempat kerja dalam waktu tertentu. Tetapi ada orang lain yang perlu dimutasi guna mendapatkan suasana dan pengalaman kerja yang baru. Dua hal ini perlu diperhatikan agar seorang guru/pekerja professional bisa melakukan perannya secara optimal.
   Namun, perlu dicermati bahwa mutasi atau membiarkan seorang terlalu lama pada posnya perlu dilakukan dengan sebuah proses yang cermat dan bijak. Mengapa? Seorang guru/pekerja professional pasti akan mudah mengatasi kendala material, psikologis dan social dari sebuah tempat kerja. Tetapi tidak demikian dengan para siswa. Sebagian siswa pasti akan mudah akrab dengan seorang pengajar baru dan mudah menerima cara, atau motede pengajarannya. Sedangkan sebagian siswa lain pasti sulit akrab dengan seorang pengajar baru dan sulit menerima cara, atau motede pengajaran baru, walau yang penuh motivasi sekalipun. Jika prinsip ini dilanggar, mustahil bagi seseorang guru professional bisa melakukan perannya secara optimal. Oleh karena itu, seorang guru yang selalu dipindah-tugaskan dari sebuah sekolah ke sekolah lain dan jauh dari anak-istri dan rumahnya yang sudah dibangun akan sulit bekerja dengan maksimal. Demikian juga siswa yang sering mendapatkan pergantian guru akan sulit mengikuti pengajaran dengan baik. Dampaknya adalah penurunan kinerja guru dan pencapaian siswa yang rendah.
Pembaca mau bukti? Kabupaten Timor Tengah Utara bisa dijadikan study kasus untuk masalah mutasi guru dan kemerosotan hasil peroleh siswa dalam Ujian Nasional tahun 2014 yang baru lalu.
Ada mutasi besar bagi guru-guru SMA di Kabupaten Timor Tengah Utara pada tahun ajaran 2013/2014. Mutasi tersebut bertujuan baik, yakni untuk sebuah penyegaran dan pemerataan penempatan guru-guru berpengalamna dan berkinerja baik ke SMA-SMA yang belum maju. Ada guru yang sudah bekerja lama di kota dimutasi ke daerah dan ada yang dari daerah yang memiliki kemudahan dalam transportasi dimutasi ke daearah terpencil.
Mutasi kerja seperti diatas adalah sebuah tantangan dan pemerintah daerah harus berani melakukannya. Demikian juga seorang gur harus berani menerima mutasi tersebut sebab jika tidak, maka tidak aka ada pemerataan dari guru berpengalaman dan berkinerja baik di daerah-daerah terpencil.
Namun, mutasi guru SMA tahun ajaran 2013/2014 ternyata tidak memberikan pengaruh yang siknifikant bagi kinerja guru dan pencapaian hasil belajar siswa pada ujian nasional tahun 2014 ini. Mengapa? Disinyalir ada beberapa alas an seperti berikut:
1.      Mutasi tersebut rupanya tidak tepat waktu - guru-guru yang dimutasi terlanjur sudah menyiapkan diri secara jasmani dan rohani untuk melaksanakan tugas pada tempat yang lama. Mutasi yang baik seharusnya sudah dilakukan pada awal tahun ajaran baru – buka pada pertengahan atau akhir tahun ajaran baru.
2.      Sebagian guru yang dimutasi tidak mendapatkan jam mengajar yang pas atau kurang dari yang disyaratkan.
3.      Sebagian guru yang dimutasi mengalami tekanan psikologis karena harus meninggalkan rumah, istri dan anak-anak. Selanjutnya, dia harus hidup sendiri dengan menumpang pada sebuah kamar sewaan yang tidak memiliki fasilitas memadai seperti kamar mandi, wc dan listrik. Sebetulnya rumah bisa ditinggal, istri bisa dibawa tetapi mustahil membawa anak-anak karena tidak baik memindahkan sekolah anak pada pertengahan tahun ajran dan lagi pula jarang daerah tugas baru memiliki fasilitas pendidikan atau fasilitas belajar memadai bagi anak-anak.
Guna mengatasi hal tersebut diatas, ada sebagian guru hanya datang ke sekolah baru pada hari dan jam pelajarannya saja. Sebagiang guru yang lain hanya datang sebulan sekali untuk mengambil gaji -  selebihnya dia tinggal di rumahnya.
Berbeda dari PNS guru, perpindahan bagi PNS non guru adalah sebuah keberuntungan karena mereka umumnya difasilitasi dengan kendaraan dan rumah dinas di tempat tuga yang baru. Maka sudah sepantasnya, seorang PNS non guru akan terus dan terus menikmati pekerjaannya dimanapun dia ditugaskan.

Dampak mutasi bagi hasil UN 2014
Guru yang mengalami tekanan akibat mutasi yang tidak pas tidak melakukan tugas secara optimal. Dan siswa yang sering mendapatkan pergantian guru sulit beradaptasi dengan cepat. Akibatnya adalah kurangnya pencapaian belajar yang optima dari siswa dan hal tersebut dapat dilihat pada perolehan hasil ujian nasional tahun 2014.
Peserta  Ujian Akhir Nasional (UN) 2014 di Kabupaten Timor Tengah Utara adalah 2.265 (dua ribu dua ratus enam puluh lima siswa) yang tersebar pada 24 (dua puluh empat) SMA. Berapakah Peserta  Ujian Akhir Nasional (UN) 2014 yang lulus berdasarkan standard Nilai Ujian Nasional?
Jumlah kelulusan tidak seperti yang masyarakat umum atau bahkan para Guru SMA bayangkan. Mayoritas siswa atau sekitar 95.90% siswa-siswi Kabupaten Timor Tengah Utara yang konvoi dan coret-coret baju adalah siswa-siswi yang LULUS dengan kategori GAGAL atau tidak lulus pada standard Nilai Ujian Nasional. Jika data ini benar, berarti hanya 4.10% siswa-siswi saja yang berhasil dengan kategori LULUS pada standard nilai UN 2014. Sedangkan sisanya 95.90% siswa dinyatakan lulus karena telah memenuhi syarat kelulusan dari pengabungan Nilai Us dengan nilai UN.

Rekayasa Nilai
Hal kedua yang biasanya dilakukan untuk mendapatkan sebuah kuantitas kelulusan yang besar adalah dengan mengatur angka nilai siswa sejak semester pertama. Nilai rapor setiap siswa SMA, misalnya paling kurang harus berada pada angka nilai ketuntasan minimal sejak semester I (satu) sampai semester V (lima). Dampaknya sangat besar bagi siswa yang malas belajar dan siswa yang giat belajar.
Siswa yang malas belajar akan terus malas belajar karena dia tahu bahwa system data input nilai akan menolak atau memberi tanda merah pada setiap angka nilai yang tidak tuntas. Siswa yang malas belajar tahua bahwa Kepala Dinas Pendidikan pasti akan menekan Kepala sekolah untuk menjadikan setiap angka nilai siswa yang tidak tuntas menjadi tuntas. Siswa yang malas belajar pasti tahu bahwa Kepala Sekolah dan Para Gurunya akan memanipulasi angka nilai yang tidak tuntas menjadi tuntas. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika siswa yang mulanya rajin belajar akan menjadi malas karena bagi dia, belajar atau tidak belajar adalah sama saja; mereka tahu bahwa walau tidak belajarpun, mereka pasti mendapatkan angka nilai minimal tuntas.
Kecurangan berikut adalah Kepala Sekolah dan para guru akan menghitung angka minimal kelulusan dari rata-rata Ujian Nasional dan Ujian Sekolah. Tujuannya adalah untuk menetapkan angka nilai pada Ujian Sekolah. Jika rata-rata standard minimal kelulusan dari Ujian Nasional dan Ujian Sekolah adalah 5,50 (lima koma lima puluh), maka pihak sekolah akan membuat prediksi tentang berapa angka nilai yang akan diperoleh seorang siswa dalam ujian nasional nanti. Jika siswa A misalnya diprediksikan hanya akan meraih anka nilai 2 (dua) pada Ujian Nasional, maka angka nilai 9 (sebilan) akan diberikan kepada siswa tersebut sebagai angka nilai pada Ujian Sekolahnya.
Memperhatikan hal tersebut diatas, maka sudah dipastikan bahwa angka nilai 9.00 sampai 9.80. akan merupakan angka nilai rata-rata bagi Ujian Sekolah dari hampir semua sekolah di suatu daerah/kota. Tujuan pemberian angka nilai 9.00 sam[pai 9.80 adalah untuk memudahkan setiap siswa lulus pada Ujian Akhir. Sehingga jika nilai ujian sekolah seorang siswa adalah 9.00 tetapi nilai UN hanya 2.00, maka siswa tersebut sudah dapat dinyatakan LULUS dengan NILAI AKHIR 5.50,
Angka nilai Ujian Nasional adalah sebuah angka nilai yang benar-benar diperoleh seorang siswa saat mengikuti Ujian Nasional. Tetapi angka nilai Ujian Sekolah umumnya diberikan oleh pihak sekolah. Dengan demikian dapat kita pahami bahwa angka nilai Ujian Nasional adalah sebuah angka nilai yang merupakan hasil pencapaian seorang siswa dalam belajar. Sebaliknya angka nilai Ujian Sekolah adalah sebuah angka nilai yang diberikan bukan sebagai hasil dari sebuah pencapaian, melainkan sebagai sebuah angka prediksi atau angka nilai rekayasa yang bisa memungkinkan seorang siswa lulus pada ujian akhir.

Nilai Kebohongan
Merekayasa angka nilai dari US tentu saja merupakan sebuah pembohongan terhadap diri (Kepala Sekolah dan para guru), siswa, orang tua dan masyarakat. Lebih dari itu, tindakan memberikan nilai diluar kemampuan siswa bisa dikategorikan sebagai sebuah pengkhiatan terhadap tujuan dari pendidikan; yakni bahwa merekayasa angka nilai berarti manusia peserta UN sedang diajari untuk menolak semangat juang yang gigih, untuk menolak kejujuran, menolak rasa percaya diri dan tanggung jawab.

Degradasi Kualitas
Akibat dari merekayasa angka nilai ujian siswa tentu sangat luas. Tetapi yang pasti bahwa tidakan demikian dapat medegradasi kualitas anak-anak bangsa. Maka jangan heran jika sebagian besar dari anak muda tamatan SMA/SMK tidak memiliki semangat juang dalam masyarakat, tidak mandiri, bermental hamba atau tidak mampu berkreasi dan mencipta tetapi terus bergantung pada orang lain, tidak mampu bersaing dalam masyarakat atau tidak mampu bersaing dalam belajar pada tingkatan lebih tinggi.
Apakah ada bukti tentang degradasi kualitas anak-anak bangsa Indonesia? Kebanyak orangmuda Indonesia lebih suka bekerja untuk mendapatkan upah dari pada bekerja untuk sebuah pengalaman dan ketrampilan. Sebagian contoh, sebagian besar tamatan SMA/SMK meninggalkan kampung untuk mencari kerja. Ada yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga, sebagai buruh pabrik dan sebagai buruh pertanian dan perkebunan di luar negeri.
Para pekerja kita yang bekerja di luar negeri biasanya akan pulang ke kampung setelah mengumpulkan upah yang cukup. Mereka sesungguhnya tidak hanya mendapatkan upah yang cukup, tetapi juga semangat juang dan ketrampilan. Ketrampilan yang diperoleh seorang pembantu rumah tangga atau seorang buruh pabrik mustahil diterapkan di kampung saat pulang. Tetapi semangat juangnya di negeri orang adalah modal besar yang bisa membuatnya menjadi usahawan sukses di kampung sendiri.

Ketrampilan Sia-sia
Berbeda dari para buruh pabrik dan pembantu rumah tangga, seorang buruh pertanian atau perkebunan adalah manusia yang mendapatkan dua keuntungan lebih. Dia tidak hanya mendapatkan modal berupa uang saja, tetapi juga semangat juang dan ketrampilan. Dengan modal uang yang dibawa, ditambah semangat juang dan ketrampilan, seorang mantan buruh pertanian atau perkebunan seharusnya menjadi seorang pioneer yang bisa menjadi manusia mandiri saat pulang kampung. Sebab dengan semangat juang, ketrampilan dan uang yang dimiliki, dia bisa menjadi seorang pekebun yang hebat dan sukses. Dia bisa membuka lahan seluas-luasnya untuk menanam komoditas pangan dan perkebunan seperti singkong, maek, jagung dan sorgum, mente, mahani, jati dan sebagainya.
Namun, sayang seribu sayang! Bahwa sebagian besar dari tenaga kerja kita yang pulang dari luar negeri tidak mampu membangun sebuah kemandirian hidup dengan semangat juang, ketrampilan dan upah yang dibawa dari rantau. Sehingga yang terjadi adalah, mereka akan baliknya sebagai buruh setelah persedian keuangan menipis. 
Bibit  Korupsi (KKN)
Apakah mereka yang beruntung untuk menikmati pendidikan tinggi memiliki kualitas lebih baik?
Belum tentu! Karena dia lulus dengan nilai rekayasa di SMA/SMK, maka diapun akan mewarisi semanagt rekayasa negeatif tersebut. Caranya? Dia lebih sering ke kampus bukan untuk aktif mengikuti kuliah atau symposium atau seminar. Tetapi dia hanya datang untuk menanda-tangani daftar hadir perkuliahan (lebih sering ditandatangi oleh teman) dan menyalin penugasan mandiri dari hasil kerja temannya. Jika demikian, mengapa dia lulus dengan IPK sangat baik? Dia lulus dengan IPK sangat baik tanpa sebuah proses perkuliahan yang baik bukanlah sesuatu yang aneh. Alasannya: daftar hadir menunjukan dia aktif kuliah walau ditandatangankan oleh teman, dia mengumpulkan hasil penugasan walau hasil copy dari teman dan nilai ujian baik karena hasil menyontek buku atau hasil kerja teman. Dia bahkan dapat membayar oknum dosen guna mendapatkan nilai yang lebih baik. Jadi soal IPK baik dan atau memuaskan adalah urusan kecil bagi mereka yang bermental buruk. Tidak percaya? Tanyakan sendiri pada mereka.
Apa yang akan diberikan oleh seorang sarjana bermental buruk seperti yang diuraikan diatas bagi negeri ini? Dia sesungguhnya tidak akan pernah memberikan apa-apa bagi negeri ini seperti yang diteriakkan oleh JF Kennedy, mantan presiden USA yang terkenal itu. Dia sebaliknya akan menyengsarakan negeri ini dengan mengambil semua yang seharusnya menjadi hak rakyat dan menggadaikan bangsanya kepada investor busuk.
 Bagaimana dia menyengsarakan negeri ini? Mari ikuti beberapa contoh pembangunan yang menyenangserakan rakyat berikut:
1.      Pertanian: Jagung, Beras dan Kedelai adalah komoditas pangan pokok bagi rakyat Indonesia. Ada dana besar yang disiapkan negera untuk membangun infrastruktur seperti pembukaan lahan pertanian, pembangunan irigasi, pengembangan dan penguasaan teknologi serta penelitian bagi pembangunan, pengembangan dan peningkatan produksi pertanian dari komoditas pokok tersebut. Tetapi ini tidak dia lakukan karena ada kroninya yang menasehati bahwa membangun infrastruktur pertanian itu sulit, lebih mahal dan memakan waktu lebih lama. Hal yang lebih mudah adalah import.

Mengimport hasil pertanian adalah sebuah pekerjaan yang mudah dan menguntungkan. Karena pasar dalam negeri bisa cepat diisi dan dia mendapatkan fee besar baik dari supplier maupun dari kroni-kroninya. Akibatnya adalah rakyat tidak dapat menjadi tuan di negeri sendiri karena mereka tidak bisa berproduksi maksimal sehingga negeri ini dibanjiri hasil import mulai dari sayur-mayur hingga daging dan telur. Hal seperti ini akan mematikan kekuatan ekonomi rakyat

2.      Pertambagan: Indonesia kaya dengan hasil pertambangan, namun jujur diakui bahwa kita belum mampu mengusahakannya secara penuh karena kita belum memiliki teknologi cukup canggih untuk itu. Karena itu, pemerintah melakukan kontrak kerja sama dengan investor-investor dari luar negeri. Sayangnya bahwa kebanyakna kontrak kerja sama tersebut lebih cendrung menguntungkan investor dari pada kita sebagai pemilik barang. Kok, bias begitu? Umumnya, investor yang menambang hasil bumi tidak diwajibkan untuk membangun pengolahan hasil tambang menjadi barang setengah jadi atau barang jadi di Indonesia untuk selanjutnya mengeksportnya ke Negara yang membutuhkan. Namun yang terjadi adalah, para investor diberi hak tidak hanya untuk menambang tetapi juga untuk mengolahnya di negaranya atau Negara ketiga.

Apa kerugian kita? Tidak ada tenaga kerja terampil dan ahli kita yang terserap, kecuali buruh tambang dan buruh angkut. Tidak ada penguasaan dan alih teknologi karena tidak ada pabrik pengolah hasil tambang dibangun di Indonesia, tidak ada penambahan nilai bagi komoditas tambang kita karena telah dikirim untuk diolah di luar negeri, dan tidak ada pajak penambahan nilai bagi produk olahan hasil tambang kita. Tidak hanya itu saja, kita akan membayar sangat mahal ketika membutuhkan kembali barang kita – kita mengeksportnya dengan sangat murah karena masih merupakan barang mentah (belum memiliki penambahan nilai).


3.      Export Energy: Indonesia memiliki sumber energy BATU BARA dan GAS yang besar di Sumatera dan Kalimantan dan Papua. Batu Bara sanagt bermanfaat untuk memproduksi energy listrik guna memenuhi kebutuhan energy nasional. Oleh sebab itu, seharus pemanfaatan batu bara dan gas untuk listrik sudah harus dilakukan sejak kita mengenal dan melakukan penambangan batu bara. Lebih dari itu, pusat-pusat pembangkita listrik besar (power plant) tenaga batu bara atau gas sudah harus dibangun di Papua, Sumatera dan Kalimantan sejak dulu.

Jika pengunaan bahan bakar Batu bara dan Gas sudah dilakukan sejak dulu, maka kita tidak akan pernah kekuaranagn energy. Lebih lanjut, jika pusat-pusat pembangkita listrik besar (power plant) tenaga batu bara atau gas sudah harus dibangun di Papua, Sumatera dan Kalimantan sejak dulu, maka Pulau Jawa tidak akan mengalami kepadatan yang besar dan pemerataan pembangunan tidak menjadi kecemburuan seperti yang kita alami sekarang ini.

Namun yang terjadi adalah kita selalu kekurangan energy karena bergantung pada Bahan Bakar Minyak import yang semakin hari semakin langka dan mahal.  Sedangkan Batu bara dan Gas dieksport kepada Negara-negara kaya yang miskin bahan baku sumber energy.
 
Cikal-bakal Kecurangan
Mengapa sebagian Kepala Sekolah dan Guru mau berbuat curang dengan memberikan Nilai Palsu pada Ujian Sekolah? Kecurangan ini sesungguhnya tidak hanya dikreasi oleh Kepala Sekolah dan Guru saja. Tetapi turut mendukung terjadinya kecurangan tersebut adalah para siswa, orangtua dan juga Dinas Pendidikan . Ada berbagai alasan, baik yang logis maupun yang tidak logis antara lain:
1.      Para Kepala Sekolah dan Guru ingin menunjukan bahwa sekolah mereka memiliki prestasi yang baik jika dapat meluluskan banyak siswa.
2.      Kepala Dinas Pendidikan ingin menunjukan jika mereka telah berhasil memfasilitasi sekolah (Satuan Tingkat Pendidikan) jika banyak sekolah dapat  meluluskan banyak siswa
3.      Orangtua mendapatkan kebanggaan bahwa anak-anak mereka telah berhasil menyelesaikan pendidikan mereka dengan baik.
4.      Merupakan kebanggaan bagi Para siswa karena telah berhasil atau lulus.

Pembobolan Soal UN
Lebih lanjut bahwa kecurangan sesungguhnya tidak terjadi hanya melalui rekayasa nilai US saja. Tetapi juga bisa melalui kebocoran soal UN.  Disinyalir ada cara seperti ini: Soal UN dijebol, lalu dikerjakan oleh guru atau bahkan bersama siswa pada malam hari. Atau guru yang sudah mengerjakan soal UN tersebut akan masuk ke ruang ujian dan mendatangi setiap peserta ujian untuk memberikan kunci jawaban.
Pembobolah soal-soal UN biasanya jarang terjadi di daerah perkotaan karena adanya keterbukaan informasi dan pengawasan oleh pihak keamanan dan media massa sudah cukup baik. Namun, sangatlah mungkin Pembobolah soal-soal UN dilakukan oleh oknum-oknum tertentu yang bekerja pada sekolah-sekolah di daerah-daerah terpencil. Semua orang tahu bahwa gedung-gedung sekolah (SMA) sudah banyak berdiri di daerah-daerah terpencil dan sulit dijangkau. Namun, jarang ada pengawasan yang cukup terhadap naskah soal UN di daaerah sulit.

Siapa yang tidak berintegritas?
Apakah ini berarti bahwa sebagian para guru di daerah terpencil tidak memiliki kejujuran dan integritas?
Tidak! Para kebanyakan guru di daerah terpencil adalah pribadi yang berdidikasi tinggi, jujur dan berintegritas. Namun, tak jarang ada oknum-oknum jahat dari kota yang memanfaatkan kepolosan dalam bersikap dan berbuat mereka. Ada oknum jahat dari kota biasanya memfasilitasi oknum-oknum di daerah terpencil melakukan pembobolan soal UN demi uang. Caranya? Oknum jahat dari kota akan memaksakan para kepala sekolah untuk membeli kunci jawaban hasil penjebolan soal UN dengan harga tertentu. Kunci jawaban itu biasanya dikirim oleh oknum jahat di daerah pembobolan melalui layanan SMS kepada oknum jahat yang ada di kota. Selanjutnya, oknum jahat yang ada di kota inilah yang akan meneruskan kepada pihak sekolah yang membayar atau telah bersedia membeli.
Beberapa Kepala sekolah biasanya sulit untuk menghindari perbuatan jahat tersebut diatas karena biasanya oknum yang menjual kunci jawaban adalah oknum yang memiliki wewenang atau kuasa terhadap para kepala sekolah. Selain itu, ada beberapa kepalas sekolah tertentu turut mendukung kejahatan pembobolan materi UN karena mereka menginginkan kuantitas kelulusan yang besar dari sekolah yang dipimpin.

Kurang Perhatian
Namun, masih ada penyebab yang lebih significant terhadap rendahnya mutu pendidikan di daerah- daerah, khususnya daerah NTT. Penyebab kemerosotan perolehan hasil UN sesungguhnya lebih disebabkan oleh kurangnya kepedulian orangtua dan siswa, rendahnya kesejahteraan guru dan kurangnya perhatian pemerinta, khususnya pemerintah daerah/kota. Mari kita mencoba mengurai penyebab-penyebab jatuhnya mutu pendidikan satu-persatu.
1.      Kurangnya Perhatian Pemerintah, khususnya Pemerintah Daerah/Kota
Pemerintah Daerah/Kota biasanya menghendaki agar sekolah-sekolah, baik negeri/swasta mendapatkan peringkat yang baik dalam berbagai kompetisi akademik, khususnya Ujian Akhir Nasional. Ini adalah sebuah harapan yang sangat baik dan terpuji, namun sering harapan itu sangat sulit terpenuhi didaerah-daerah karena berbagai persoalan antara lain:
a.       Pemerintah Daerah/Kota jarang memfasilitasi para guru untuk mengikuti pelatihan tambahan yang dapat meningkatkan ketrampilan dan kreatifitas dalam mengajar dan mendidik
b.      Pemerintah Daerah/Kota jarang mengadakan perlombaan akademik untuk memacu daya juang siswa antar sekolah dalam wilayahnya.
c.       Pemerintah Daerah/Kota tidak menjalankan program Olimpiade Sains, Olimpiade Budaya dan Olimpiade Olaharaga dengan baik. Hal ini terlihat dari tidak adanya Pembentukan dan Pembiayaan Team Pembina Olimpiade Daerah/Kota, Perjalanan dan akomodasi dari sekolah ke lokasi penyelenggaraan Olimpiade biasanya ditanggung oleh Sekolah peserta Olimpiade. Bahkan yang menjadi pendamping peserta olimpiade ke tingkat propinsi adalah PNS dari dinas pendidikan bukan guru yang berkompetensi.
d.      Pemerintah Daerah/Kota lebih suka menunjuk sekolah tertentu unutk mengikuti suatu Perlomba Akademik ke tingkat Propinsi. Misalnya, SMA Negeri Alfa ditetapkan sebagai SMA yang akan mengikuti lomba IPA sedangkan SMA Negeri Bravo yang akan mengikuti lomba IPS.

Permainan Anggaran
Jika kita mencermati point “D” diatas, siapapun akan memfonis bahwa ada permainan penyelenwengan anggaran. Karena bukannya mmenunjuk, tetapi Pemerintah Daerah/Kota seharusnya menyelenggarakan perlombaan antar sekolah dalam wilayahnya untuk memilih sekolah dengan siswa-siswi berkemampuan lebih.
Mengapa disinyalir ada penyelewengan anggaran? Mari kita cermati hitungan sederhana ini. Jika dalam sebuah Daerah/Kota memiliki 25 SMA, setiap SMA mengirim 4 siswa IPA, 4 siswa IPS, 1 guru IPA dan 1 guru IPS, maka biaya yang harus dikeluarkan pemerintah adalah sebagai berikut: Jika biaya transportasi sebesar 50,000;-per orang, maka satu SMA menghabiskan Rp.550, 000 dan 25 SMA akan menghabiskan Rp.13,750,000;-. Jika biaya makan perorang Rp.60,000/hari maka 1 SMA menghabiskan Rp.480,000 dan 25 SMA menghabiskan Rp.12,000,000; dan jika biaya penginapan sebesar Rp.300,000/SMA maka 25 SMA menghabiskan Rp.7,500,000;-
Dengan demikian, suatu Pemerintahan Daerah/Kota akan mengeluarkan paling kurang Rp.33,250,000 untuk memilih 8 siswa ditambah 2 guru pendamping untuk pergi berlomba ke tingkat Propinsi.
Namun, mekanisme seperti diuraikan diatas biasanya tidak dilakukan oleh sebuah Daerah/Kota meskipun dana itu sudah dialokasikan. Pertanyaannya kemana anggaran yang telah dialokasikan terhadap jenis kegiatan seperti penyelenggaraan perlombaan untk menyeleksi sekolah dengan siswa terbaik? Accounting dinas penyelenggaralah yang bisa menjawabnya.
2.      Kurangnya kepedulian orangtua dan siswa.
Orangtua dan siswa memiliki andil besar terhadap tinggi/rendahnya mutu pendidikan sebuah sekolah. Karena umumnya Orangtua memiliki pemahaman bahwa tanggung jawab pendidikan anak-anak mereka adalah sekolah/guru bukan orangtua karena:
a.       Orangtua telah memenuhi kewajiban mereka seperti membayar uang SPP
b.      Orangtua beranggapan bahwa guru adalah sumber ilmu bukan masyarakat, alam dan buku
c.       Orangtua dan Anak/siswa beranggapan bahwa pergi kesekolah adalah untuk diajari bukan untuk belajar. Oleh karena itu jarang kita menemui seorang siswa dapat belajar dari temannya baik yang ada di sekolah atau di masyarakat, belajar dari orangtuanya dan belajar dari lingkungan atau fasilitas yang ada disekitarnya.
d.      Jarang ada orangtua yang melengkapi anak dengan sumber-sumber belajar seperti buku-buku mata pelajaran. Tetapi lebih nyaman membelikan Hand phone pintar untuk anak mereka
e.       Orangtua jarang memperhatikan perkembangan belajar anak dengan mengawasi belajar anak dan menyediakan waktu untuk mengecek apakah anak memiliki tugas-tugas sekolah atau PR
f.       Kebanyakan orangtua hanya mengetahui bahwa anak-anak mereka selalu berpakaian seragam dan meninggalkan rumah pada jam sekolah. Tetapi mereka tidak pernah tahu apakah anak-anak mereka benar-benar pergi ke sekolah atau tidak.
Oleh karena itu seorang siswa sulit bertumbuh menjadi pribadi yang cerdas dan bertanggung jawab. Karena dia jarang mendapatkan apalagi melakukan sesuatu untuk menghasilkan sesuatu dalam usia sekolahnya.
3.      Rendahnya Kesejahteraan Guru
Setiap orang bekerja untuk mendapatkan sesuatu walau hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan dasarnya seperti sandang, pangan dan papan. Namun, kebayakan guru hnaya dapat bekerja untuk memenuhi kebutuhan sandang dan pangan saja. Penghasilan mereka belum cukup memenuhi kebutuhan PAPAN atau RUMAH. Hal ini dapat terjadi karena:
a.       Guru, baik yang guru PNS maupun guru Swasta tidak mendapatkan perhatian yang memadai dari Pemerintah. Umumnya, guru PNS tidak mendapatkan dana-dana kesejahteraan diluar gaji seperti sesama PNS non guru.
b.      Guru Swasta tidak mendapatkan Tunjangan Penghasilan Tambahan dari Pemerintah seperti sesama guru PNS
c.       Pembayaran tunjangan profesi (SERGUR) untuk guru PNS dan guru SWASTA tidak untuh. Sering ada kekurangan bayar 1 – 2 bulan.
d.      Tidak ada penghargaan atau tunjangan kepada Guru PNS atau Non-PNS berbasis kinerja
e.       Kebayakan Yayasan yang menaungi sekolah swasta hanya mampu membayar gaji guru kurang atau hanya setara gaji PNS golongan 1 (satu)
f.       Kebayakan Yayasan yang menaungi sekolah swasta belum taat hukum UU Dosen dan Guru atau peraturan tentang Ketenagakerjaan (UU No 13 Pasal 59 ayat 1 dan 2). Sebaliknya guru malah disamakan dengan tenaga kerja musiman atau Kerja untuk waktu tertentu. OLeh karena itu, Yayasan yang menaungi sekolah swasta biasanya hanya menerbitkan SK Kontrak dalam masa paling lama satu tahun kerja saja selanjutnya guru yang bersangkutan harus mengajukan kontrak kerja baru pada masa akhir kontrak kerja yang lama. Hal ini tentu menyalahi aturan terhadap lembaga yang mempekerjakan tenaga kerja non waktu tertentu.
g.      Sebagian Yayasan akan menyewa guru-guru PNS sebagai pengajar sedangkan guru non PNS hanya akan dipakai sebagai tameng untuk berlindung dari aturan pemerintah tentang status tenaga kependidikan pada sekolah swasta.
Siapapun orangnya, baik itu Guru, Petani, Pegawai, Nelayan atau Profesi lainnya tidak akan bekerja optimal dan nyaman apalagi menikmati pekerjaannya jika dia menghadapi kondisi Kerja seperti yang digambarkan dalam point-point dari ‘rendahnya kesejahteraan guru’ (a-g) seperti yang diuraikan diatas.
Oleh sebab itu, jika kecurangan seperti ini terus berjalan, maka jangan sekali-kali mengharapkan seorang anak bangsa akan bertumbuh dengan sebuah kualitas yang baik. 
Setelah membaca gambaran diatas, apa pendapatmu; apakah anda menolak atau tetap menginginkan agar Ujian Akhir Nasional (UN) tetap dipertahankan? Semoga.
Berikut ini adalah contoh daftar nilai Ujian Nasional UN minus nilai Ujian Sekolah dari SMAK Fides Quaerens Intelectum Sasi Kefamananu. Dari 62 peserta UN nya, satu mendapat beasiswa dari Universitas Gajah Mada Yogyakarta dan 7 siswa diterima melalui SNMPT. Mereka adalah:
1.      Imelda Novita Atitus                   Beasiswa di UGM
2.      Desly Tolanta Usfinit                  di FAPET UNDANA
3.      Paulina Mulyani D Hipir             di MATEMATIAK UNDANA
4.      Venansius AS Muda                   di FAPET UNDANA
5.      Dewi Isabela Kosat                     di FIA UNDANA
6.      Yakoba Maria Taus                    di FIA UNDANA
7.      Yanuarius Sado Teve                  di SOSIOLOGI UNDANA
8.      Novia Yanalisa Totu                   di ILMU KEHUTANAN PALANGKARAYA
Beriku ini adalah table nila Ujian Nasional (UN) minus nilai Ujian Sekolah 2014 SMAK Fides Quaerens Intelectum Sasi Kefamananu.
24 NUSA TENGGARA TIMUR
04 TIMOR TENGAH UTARA
013 : SMA KATOLIK FIDES QUERENS INTELECCTUM KEFAMENANU
UJIAN NASIONAL TAHUN 2014 PROGRAM – IPA

N A M A
BIND
BING
MAT
FISKA
KIMIA
BIO
JLH
Rata2
1 Adrianus Rudolfust Satry Opat
6.00
7.80
6.75
7.75
8.75
4.00
41.05
6.84
2 Agustinus Mataubana
6.40
7.40
6.50
7.75
4.50
3.50
36.05
6.01
3 Aloysia Charista Naben
8.00
7.20
6.75
7.50
3.25
3.25
35.95
5.99
4 Angelus Damianus Fahik
7.80
8.00
2.25
7.25
7.75
2.75
35.80
5.97
5 Atanazia Lopes Dethan
5.80
6.60
6.25
7.50
7.75
3.25
37.15
6.19
6 Benediktus Agung Karsono
8.60
7.60
6.75
8.25
7.25
4.50
42.95
7.16
7 Christina Novita Eko
8.80
8.40
7.25
8.25
8.50
6.50
47.70
7.95
8 Cristofao V da Costa tety
7.00
8.00
7.50
6.50
8.25
4.75
42.00
7.00
9 Desly Tolanta Usfinit
7.20
7.80
4.50
7.75
7.50
6.25
41.00
6.83
10 Dewi Isabela Kosat
7.60
7.60
4.25
8.25
8.75
4.75
41.20
6.87
11 Elsi Merdekawati Boru
7.80
7.00
5.75
8.25
7.25
5.00
41.05
6.84
12 Felisitas Sara Isu
6.80
8.00
6.75
9.00
3.25
4.00
37.80
6.30
13 Fransiska Yulianty Bukarim
8.00
8.00
7.00
9.00
6.75
5.00
43.75
7.29
14 Frederika Afeanpah
8.00
8.40
7.75
6.25
8.00
5.00
43.40
7.23
15 Frederikus Naat
8.00
7.60
7.25
8.25
8.25
4.50
43.85
7.31
16 Gregorius Antonius Amfotis
6.80
7.80
8.00
8.00
8.00
3.00
41.60
6.93
17 Imelda Novita Atitus
8.40
8.60
7.75
8.75
8.75
5.50
47.75
7.96
18 John Lelang
7.80
8.40
6.75
8.75
8.00
5.25
44.95
7.49
19 Juniar Tigva Boru
8.80
7.80
6.50
8.00
7.50
7.25
45.85
7.64
20 Kornelia Aleksia Bero
7.80
8.20
6.25
8.00
5.00
4.25
39.50
6.58
21 Maria HT Suri
7.80
8.20
5.00
8.55
7.75
5.00
42.30
7.05
22 Maria Rosalina D Hema
8.80
7.60
6.00
8.00
7.75
6.00
44.15
7.36
23 Marina Elviana Fobia
8.20
8.00
5.75
8.25
7.25
5.25
42.70
7.12
24 Meytrine Elina Latole
8.40
7.80
7.25
8.00
8.50
5.50
45.45
7.58
25 Novitriani Katrina Ukat
8.80
8.00
8.00
8.25
8.50
5.75
47.30
7.88
26 Paulina Mulyani D Hipir
8.20
8.80
7.75
8.75
7.75
6.50
47.75
7.96
27 Priska Y Sodanango
8.80
7.40
7.50
7.50
8.25
6.00
45.45
7.58
28 Selviana Lelan Naitili
7.80
8.00
6.75
7.75
7.75
4.75
42.80
7.13
29 Serilius Deodatus Sawu
8.00
8.80
8.00
9.25
9.25
6.50
49.80
8.30
30 Venansius AS Muda
8.00
7.60
7.25
6.75
8.25
4.50
42.35
7.06
31 Vitalis AP Huar
6.80
8.20
7.50
8.00
8.50
5.00
44.00
7.33
32 Yane Katarine Tutfaut
8.60
9.00
6.50
8.00
7.50
6.00
45.60
7.60
33 Yohanes CP Parera
6.60
7.20
6.25
8.50
8.00
3.00
39.55
6.59
34 Yovita Sambi
6.00
6.80
6.25
8.00
8.50
2.00
37.55
6.26
RATA-RATA
7.71
7.87
6.60
8.02
7.54
4.82

7.09

24 NUSA TENGGARA TIMUR
04 TIMOR TENGAH UTARA
013 : SMA KATOLIK FIDES QUERENS INTELECCTUM KEFAMENANU
UJIAN NASIONAL TAHUN 2014 PROGRAM - IPS
N A M A
BIND
BING
MAT
EKO
SOS
GEO
JLH
Rata2
1 Agnes Vivian Asa
6.00
7.80
7.00
7.25
5.40
4.60
38.05
6.34
2 Andreas Pregrinus Watu Muga
6.80
8.00
4.50
8.00
5.80
4.80
37.90
6.32
3 Carolina Srihartina Teri Purab
6.20
5.40
5.25
3.25
6.80
4.60
31.50
5.25
4 Devid Delierty Lio
8.60
7.40
8.00
9.00
7.40
6.80
47.20
7.87
5 Droste Mayola Lalian
7.40
8.20
8.75
8.50
7.00
6.40
46.25
7.71
6 Hendro Darius Bouk
5.00
8.20
7.25
7.50
5.60
4.60
38.15
6.36
7 Heri Robertus Haekase
7.20
8.40
5.75
5.25
5.60
5.20
37.40
6.23
8 Jeremias Johanes Akoit
6.20
7.40
6.75
7.00
7.00
5.00
39.35
6.56
9 Kristina Wada Betu
8.20
8.00
6.75
8.50
8.00
5.80
45.25
7.54
10 Maria Bibiana Nana
6.20
7.40
8.50
7.50
7.20
4.60
41.40
6.90
11 Maria Elfrida Tael
7.60
7.40
8.00
8.00
8.40
6.20
45.60
7.60
12 Maria Goreti Lalisuk
6.20
7.80
6.50
6.25
6.40
4.20
37.35
6.23
13 Maria Grasela Anunut
5.20
6.40
7.00
4.75
4.20
3.00
30.55
5.09
14 Melkior Debristo Kasa
7.60
6.80
3.75
7.50
6.80
7.00
39.45
6.58
15 Mikhael Yuvendi Fobia
8.60
8.60
7.00
8.25
7.40
6.20
46.05
7.68
16 Noemia Auxilliadora Kaet
8.20
7.20
7.25
7.75
6.60
5.40
42.40
7.07
17 Novia Yanalisa Totu
7.00
7.40
7.25
6.75
5.40
6.80
40.60
6.77
18 Odisiana Manek
5.80
8.20
6.00
7.25
3.60
4.00
34.85
5.81
19 Oswalda Eujenia Tefa
7.20
7.80
6.50
7.25
7.00
5.00
40.75
6.79
20 Sebastiana Bria
7.20
5.60
4.25
8.25
6.80
4.60
36.70
6.12
21 Sisilia Kristanti Ampolo
7.60
7.80
6.25
8.50
7.20
6.20
43.55
7.26
22 Stefanie Noviega Bribin Burin
7.80
7.60
6.00
8.25
6.60
6.20
42.45
7.08
23 Theobaldus Killa
7.20
6.00
7.00
8.75
7.40
7.20
43.55
7.26
24 Vadelina MB Pandu
5.80
7.20
2.75
6.00
4.80
4.20
30.75
5.13
25 Wihelmina K Tanouf
6.60
4.20
4.50
7.75
5.20
4.40
32.65
5.44
26 Yakoba Maria Taus
8.20
7.40
4.25
7.00
5.80
5.80
38.45
6.41
27 Yanuarius Sado Teve
6.40
7.60
4.25
7.75
7.80
5.20
39.00
6.50
28 Yohana Merlin Siki
8.40
6.80
7.75
8.25
7.80
8.00
47.00
7.83
RATA-RATA
7 .01
7.29
6.24
7.36
6.46
5.43

6.63

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

LI AN MOEN ANA ATUK BIJAEL

  LI AN MOEN ANA ATUK BIJAEL 1.      When you are traveling around Timor, especially at the district of north middle Timor, you will be fa...