UJIAN NASIONAL SEBUAH PRO DAN KONTRA
Ujian Nasional atau yang biasa dikenal dengan UN
adalah sebuah ujian akahir yang dilaksanakan serentak di seluruh tanah air pada
Tingkat Satuan Pendidikan SMA, SMK, SMP dan juga SD. Setiap siswa kelas XII SMA
atau SMK, siswa kelas IX SMP dan siswa kelas VI SD wajib mengikuti Ujian
Nasional. Mereka baru dinyatakan tamat dari Satuan Tingkat Pendidikan yang
ditempuhnya jika mereka berhasil menyelesaikan ujian tersebut dengan standard angka
nilai yang disyaratkan.
Penyelenggara Ujian Nasional adalah Kementrian
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Soal-soal Ujian Nasional biasanya
disusun oleh sebuah team yang dibentuk dengan terlebih dahulu mendapatkan
masukan berupa bentuk-bentuk soal dari setiap propinsi. Soal-soal UN umumnya
dicetak di Jakarta, kemudian didistribusikan ke sekolah-sekolah di seluruh
tanah air melalui masing-masing Dinas Pendidikan di daerah-daerah.
Tujuan penyelenggaraan Ujian Nasional adalah tidak
lain untuk mengetahui dan mengukur daya serap setiap pembelajar terhadap bahan
ajar yang telah ditetapkan dalam kurikulum pendidikan, untuk mengetahui
kemampuan siswa dalam menyelesaikan setiap soal yang diujikan, untuk memetakan
kemajuan pendidkan di tanah air sesuai karakteristik wilayah, ketersedian fasilitas
dan kemudahan tertentu dalam belajar. Serta untuk mengukur tingkat pemerataan
pendidikan terhadap setiap anak usia sekolah di seluruh tanah air,
Tujuan penyelenggaraan UN sungguh sangat bagus,
sebab tanpa UN, pemerintah akan mengalami kesulitan untuk mengukur kemampuan
seluruh anak bangsa yang sedang belajar. Tanpa UN, kualitas anak muda bangsa
tidak bisa diketahui dan kesulitan yang dihadapi dalam belajar tidak bisa
diidentifikasi untuk mencarikan jalan keluar. Oleh karena itu, ujian akhir masih
harus terus diselenggarakan oleh pemerintah pusat dan dijalankan oleh seluruh
satuan tingkat pendidikan di seluruh tanah air. Dengan demikian, UN masih belum
bisa sepenuhnya dipercayakan kepada daerah dan atau kepada setiap satuan tingkat
pendidikan karena standard yang disyaratkan oleh tentu saja akan berbeda-berbeda.
Penyelenggaraan UN merupakan sebuah tantangan yang
baik bagi terciptanya sebuah iklim kompetisi dalam proses belajar. Kehadiran UN
akan mendorong setiap pembelajar untuk tidak bediam diri dalam malas. Melainkan
mereka akan senantiasa berjuang dalam belajar guna meraih sebuah prestasi yang
baik.
Ujian Nasional
tidak mencerdaskan dan tidak memberdayakan
Namun, jika dikaji secara lebih cermat, Ujian Nasional
dewasa ini tidak lagi memiliki dampak significant terhadap pencapaian seorang
siswa secara akademis. Ujian Nasional pada jaman ini tidak lagi dihadapi dengan
proses belajar yang menyenangkan dan menarik. Ujian Nasional tidak lagi
berperan untuk mendorong seorang pembelajar untuk menjadikan belajar sebagai
sebuah kebiasaan yang cerdas, inovaitf dan kreatif. Ujian Nasional jaman ini
tidak lagi menjadi sebuah proses ujian yang memberikan tantangan bagi para
siswa untuk bertumbuh dan matang dalam intelektual, emosi, karakter dan iman.
Umumnya, orang melihat Ujian Nasional sebagai sebuah
tahapan akhir bagi seseorang siswa untuk menyelesaikan belajarnya dan lulus. Artinya
siswa tidak lagi belajar sebagai sebuah tindakan untuk menyalurkan bakat dan
kreatifitas guna mengetahui dan menemukan sesuatu. Siswa tidak lagi belajar
untuk mengembangkan diri dan bertumbuh menjadi manusia cerdas dan mandiri. Melainkan
siswa hanya belajar dan belajar sekedar sebagai syarat untuk menanmatkan
belajar dan memperoleh ijasah..
Pemaparan diatas menjelaskan bahwa siswa akan
sungguh-sungguh belajar semata-mata untuk mengerjakan Ujian Nasional. Bukan
belajar untuk menjadi pintar, cerdas, kreatif dan inovatif. Siswa tidak lagi
belajar untuk bertumbuh dan mendapatkan kematangan intellectual, kematangan
social dan pertumbuhan rohani. Ini
berarti, proses belajar dewasa ini akan dijalankan semata-mata untuk menghadapi
ujian nasional dan lulus. Ini menunjukan bahwa system belajar yang ditekankan
adalah system belajar untuk mendapatkan sebuah angka yang baik sebagai imbalan
bukan belajar untuk menjadi pintar, dewasa dan berhikmat.
Proses belajar yang demikian biasanya hanaya akan
memaksakan seorang siswa untuk mengulang dan menghafal materi atau model-model
soal yang biasa diujikan dalam UN. Siswa
tidak lagi dilatih untuk belajar menemukan dan memecahkan sebuah persoalan.
Siswa tidak lagi dituntun untuk berpikir kritis dan kreatif.
Jika demikian, semangat ingin tahu, daya juang,
kemandirian dan kreatifitas seorang pembelajar akan mati. Seorang pembelajar
tidak akan pernah mampu mendapatkan apa dari belajarnya atau tidak akan pernah
ada pencapaian dalam belajar. Apalagi adanya penemuan sesuatu atau invention.
Mengapa? Karena ketakutan terhadap UN telah menghambat seseorang untuk mengasah
intelektualnya, emosinya, kreatifitasnya, kemandirian dan rohaninya.
Tujuan proses belajar jaman ini hanya akan dapat
memberikan sebuah rasa cemas, takut dan tidak percaya diri, tidak hanya kepada
siswa, tetapi juga kepada guru, kepala sekolah dan bahkan kepala dinas
pendidikan. Mengapa? Karena ada pergeseran makna belajar dan pergeseran tujuan
dari ujian nasional seperti yang diuraikan diatas. Lebih dari itu bahwa ujian
nasional sudah diboncengi dengan kepentingan-kepentingan yang jauh dari tujuan
belajar itu sendiri. Umumnya para pimpinan daerah mulai dari daerah propinsi,
hingga daerah kabupaten/kota melihat ujian nasional sebagai sebuah ajang untuk
mencari popularitas. Mereka akan dianggap telah berhasil menjalankan program
pendidikan jika hasil ujian pada sekolah-sekolah di daerah yang dipimpinnya
mendapatkan kuantitas kelulusan yang besar. Kuantitas kelulusan dapat menjadi
tolak-ukur keberhasilan, bukan kualitas proses dan output yang memiliki nilai
juang dan dan nilai saing tinggi.
Pembangunan Pendidikan,
sebuah pembangunan Politis
Banyak usaha
akan dilakukan untuk mengejar popularitas dalam pembangunan pendidikan di
daerah/kota. Pertama, Para Pimpinan Daerah mulanya akan mendirikan sekolah
sebanyak-banyaknya. Tujuan dibalik itu sesungguhnya bukan untuk pemerataan dan
meningkatkan layanan pendidikan kepada masyarakat. Melainkan untuk mendapatkan
dana pembangunan pendidikan sebanyak-banyaknya dari pemerintah pusat.
Selanjutnya adalah membagikan proyek-proyek pembangunan kepada para investor
politik yang telah berjasa dalam keberhasilan pilkada dan membagi-bagi jabatan
kepala sekolah kepada orang-orang yang loyal atau menjadi team sukses dalam
pilkada. Oleh karena itu, Pembangunan sekolah-sekolah itu umumnya tidak
memperhatikan masalah geografi dan demografi. Sekolah-sekolah bergedung megah
akan dibangun di daerah yang loyal pada pimpinan tanpa memperhatikan kemudahan
untuk datang ke daerah tersebut dan ratio penduduk yang akan belajar di sekolah
tersebut. Maka tidak mengherankan jika tidak ada banyak murid yang bisa belajar
pada sekolah-sekolah yang baru didirikan tersebut.
Benar bahwa pembangunan sekolah-sekolah baru
bertujuan untuk mendekatkan layanan pendidikan pada masyarakat. Namun,
peningkatan layanan tersebut jarang dilengkapi dengan usaha memberdayakan
tenaga kependidikan. Pembangunan seolah-olah berfokus pada pembangunan fisik
saja seperti membangun ruang belajar, membangun laboratorium IPA, laboratorium
Bahasa dan laboratoium multi media serta perpustakaan. Pertanyaannya, siapakah
yang dapat mengelola belajar dalam ruang belajar, siap yang mengelola belajar
dalam laboratorium dan perpustakaan? Jawabannya adalah para guru. Pertanyaan selanjutnya
dari mana para guru mendapatkan pengetahuan dan ketrampilan untuk mengelola
belajar di ruang kelas, di laboratorium dan perpustakaan? Apakah jawabannya dari
bangku kuliah?
Bangku Kuliah
bukan asal Kecerdasan Naluriah
Oh, tidak! Bangku kuliah tidak
memberi seorang sarja pendidikan kesempatan yang cukup untuk mendapatkan
ketrampilan praktis dalam mengelola belajar di ruang kelas, di laboratorium dan
di perpustakaan. Stenberg, seorang psikolog dari Yale University, menemukan
bahwa kumpulan dari praktek yang kita jalankan setiap hari memberikan sebuah
tacit knowledge atau pengetahua naluriah. Tacit knowledge ini sangat membantu
seseorang mengusai pekerjaan yang sedang dijalani. Sebagai gambaran Prof
Steinberg memberi contoh bahwa seorang sopir akan sangat ahli dalam mengemudi
dan penguasaan jalan bukan karena kecerdasannya saat kursus montir, tapi karena
ia telah berpraktek, praktek dan praktek. Praktek itu tentunya tak dijalankan
sebagai suatu rutinitas belaka tetapi praktek tersebut disisipi dengan ide
baru, kreatifitas dan innovasi yang mendukung. Praktek yang demikian dapat
berbuah keberhasilan.
Keberhasilan diterima sebagai buah
berpraktek, praktek dan praktek diperkuat oleh Ted Williams dengan mengatakan: “Orang
selalu berkata bahwa bakat dan kejelian saya yang menjadi alasan kesuksesan
saya. Mereka tidak pernah berkata tentang praktek, praktek dan praktek yang
saya jalankan. Practice is Good
Teacher!’ Tidak keliru orang mengatakan demikian karena Praktek tidak hanya
menolong untuk mengingat kembali semua hal (teori+latihan) yang telah
dipelajari, tetapi juga dapat membuat kecerdasan dan keahlian bertambah.
Mengapa? Karena praktek akan menghasilkan pengetahuan yang bisa digunakan untuk
me-recall apa telah dipelajari, mempertajam naluri dan memperkuat ketahanan
serta memperbaiki bobot keputusan. Praktek yang tekun menghasilkan keahlian dan
keahlian akan menhasilkan keberhasilan dan profesionalisme.
Tidak
ada biaya MGMP
Apakah ada kesempatan dan wadah bagi para guru untuk
mengasah kemampuan mereka? Ada banyak wadah yang disediakan pemerintah seperti MGMP,
dan kegiatan ilmiah seperti seminar, workshop, Bimtek, dan sebagainya. Namun,
adakah kesempatan bagi guru untuk mengikuti? Kesempatan itu tentu saja selalu
ada tetapi para guru jarang difasilitasi untuk bisa mengjangkau kesempatan
tersebut. Sudah menjadi rahasia umum bahwa oknum-oknum tertentu di dinas
pendidikanlah yang biasa menikmati fasilitas seperti itu. Selanjutnya yang
terjadi adalah guru tidak mendapatkan pengetahuan tambahan dan ketrampilan
praktis. Maka tidaklah heran bila tidak semua memiliki guru memiliki informasi,
motode dan atau teknik mengajar yang terbaru. Kebanyakan guru masih belum sadar
bahwa mereka hanyalah seorang yang bertugas membukakan pintu sedangkan siswalah
yang harus memasukinya sendiri. Ini berarti tugas mengajar dan mendidik seorang
guru bukan lagi menceramahi tetapi memfasilitasi dan membimbing belajar siswa
dengan teknik dan metode yang menyenangkan, memotifasi dan meneguhkan. Lebih
dari itu bahwa jika guru tidak dibekali dengan pelatihan tertentu maka tidaklah
heran jika semua peralatan modern dan canggih yang disediakan pemerintah bagi
sekolah hanya akan menjadi pajangan tak berarti. Sebab guru-guru tidak
mendapatkan dan memiliki kemahiran memadai untuk mengoperasikan apalagi untuk
mengajari para siswa.
Mutasi
dan dampaknya
Kemahiran dalam melaksanakan tugas
kerja sebetulnya tidak hanya lahir dari sering sharing pengalaman (MGMP),
mengikuti seminar, workshop dan/atau Bimtek saja. Tetapi juga lahir dari
suasana kerja yang nyaman dan bersahabat. Suasana kerja yang nyaman dan
bersahabat tidak terjadi secara alami tetapi melalui proses pembiasaan,
mengalami, dan bersosialisasi terus dan terus dalam waktu tertentu. Oleh karena
itu, perlu dicermati bahwa sebuah kemahiran sesungguhnya tidak akan lahir jika
seorang yang berpraktek (guru atau profesi apapun) belum merasa nyaman dan
menyatu bukan hanya dengan materi yang akan dipraktekannya. Tetapi juga dia
harus menyatu dan menjiwa suasana kerja dan bersosialisasi akrab dengan tempat,
lingkungan dan dengan mereka yang akan berpraktek bersama, teristimewa para
siswa.
Artinya, keprofesionalan seorang
guru/pekerja dalam mengajar atau bekerja turut ditentukan oleh keadaan
lingkungan kerja dan pihak lain yang terlibat. Namun, bila seseorang terlalu
lama bekerja pada sebuah tempat yang sama akan mendapatkan kebosanan dan
berakibat pada penurunan kinerja. Oleh karena iyu, mutasi diperlukan guna
mendapatkan penyegaran dan pengalaman baru dalam kerja.
Bertolak dari dua kontradiksi
diatas, dapat dipahami bahwa ada orang yang perlu diberi kesempatan untuk
mengalami suatu suasana dan tempat kerja dalam waktu tertentu. Tetapi ada orang
lain yang perlu dimutasi guna mendapatkan suasana dan pengalaman kerja yang
baru. Dua hal ini perlu diperhatikan agar seorang guru/pekerja professional
bisa melakukan perannya secara optimal.
Namun, perlu dicermati bahwa
mutasi atau membiarkan seorang terlalu lama pada posnya perlu dilakukan dengan
sebuah proses yang cermat dan bijak. Mengapa? Seorang guru/pekerja professional
pasti akan mudah mengatasi kendala material, psikologis dan social dari sebuah
tempat kerja. Tetapi tidak demikian dengan para siswa. Sebagian siswa pasti
akan mudah akrab dengan seorang pengajar baru dan mudah menerima cara, atau
motede pengajarannya. Sedangkan sebagian siswa lain pasti sulit akrab dengan
seorang pengajar baru dan sulit menerima cara, atau motede pengajaran baru,
walau yang penuh motivasi sekalipun. Jika prinsip ini dilanggar, mustahil bagi
seseorang guru professional bisa melakukan perannya secara optimal. Oleh karena
itu, seorang guru yang selalu dipindah-tugaskan dari sebuah sekolah ke sekolah
lain dan jauh dari anak-istri dan rumahnya yang sudah dibangun akan sulit
bekerja dengan maksimal. Demikian juga siswa yang sering mendapatkan pergantian
guru akan sulit mengikuti pengajaran dengan baik. Dampaknya adalah penurunan
kinerja guru dan pencapaian siswa yang rendah.
Pembaca mau bukti? Kabupaten Timor
Tengah Utara bisa dijadikan study kasus untuk masalah mutasi guru dan
kemerosotan hasil peroleh siswa dalam Ujian Nasional tahun 2014 yang baru lalu.
Ada mutasi besar bagi guru-guru SMA di Kabupaten
Timor Tengah Utara pada tahun ajaran 2013/2014. Mutasi tersebut bertujuan baik,
yakni untuk sebuah penyegaran dan pemerataan penempatan guru-guru berpengalamna
dan berkinerja baik ke SMA-SMA yang belum maju. Ada guru yang sudah bekerja
lama di kota dimutasi ke daerah dan ada yang dari daerah yang memiliki
kemudahan dalam transportasi dimutasi ke daearah terpencil.
Mutasi kerja seperti diatas adalah sebuah tantangan
dan pemerintah daerah harus berani melakukannya. Demikian juga seorang gur
harus berani menerima mutasi tersebut sebab jika tidak, maka tidak aka ada
pemerataan dari guru berpengalaman dan berkinerja baik di daerah-daerah
terpencil.
Namun, mutasi guru SMA tahun ajaran 2013/2014
ternyata tidak memberikan pengaruh yang siknifikant bagi kinerja guru dan
pencapaian hasil belajar siswa pada ujian nasional tahun 2014 ini. Mengapa?
Disinyalir ada beberapa alas an seperti berikut:
1.
Mutasi tersebut
rupanya tidak tepat waktu - guru-guru yang dimutasi terlanjur sudah menyiapkan
diri secara jasmani dan rohani untuk melaksanakan tugas pada tempat yang lama.
Mutasi yang baik seharusnya sudah dilakukan pada awal tahun ajaran baru – buka
pada pertengahan atau akhir tahun ajaran baru.
2.
Sebagian guru
yang dimutasi tidak mendapatkan jam mengajar yang pas atau kurang dari yang
disyaratkan.
3.
Sebagian guru
yang dimutasi mengalami tekanan psikologis karena harus meninggalkan rumah, istri
dan anak-anak. Selanjutnya, dia harus hidup sendiri dengan menumpang pada
sebuah kamar sewaan yang tidak memiliki fasilitas memadai seperti kamar mandi,
wc dan listrik. Sebetulnya rumah bisa ditinggal, istri bisa dibawa tetapi
mustahil membawa anak-anak karena tidak baik memindahkan sekolah anak pada
pertengahan tahun ajran dan lagi pula jarang daerah tugas baru memiliki
fasilitas pendidikan atau fasilitas belajar memadai bagi anak-anak.
Guna mengatasi hal tersebut diatas, ada
sebagian guru hanya datang ke sekolah baru pada hari dan jam pelajarannya saja.
Sebagiang guru yang lain hanya datang sebulan sekali untuk mengambil gaji
- selebihnya dia tinggal di rumahnya.
Berbeda dari PNS guru, perpindahan
bagi PNS non guru adalah sebuah keberuntungan karena mereka umumnya
difasilitasi dengan kendaraan dan rumah dinas di tempat tuga yang baru. Maka
sudah sepantasnya, seorang PNS non guru akan terus dan terus menikmati pekerjaannya
dimanapun dia ditugaskan.
Dampak
mutasi bagi hasil UN 2014
Guru yang mengalami tekanan akibat mutasi yang tidak
pas tidak melakukan tugas secara optimal. Dan siswa yang sering mendapatkan
pergantian guru sulit beradaptasi dengan cepat. Akibatnya adalah kurangnya
pencapaian belajar yang optima dari siswa dan hal tersebut dapat dilihat pada
perolehan hasil ujian nasional tahun 2014.
Peserta Ujian
Akhir Nasional (UN) 2014 di Kabupaten Timor Tengah Utara adalah 2.265 (dua ribu
dua ratus enam puluh lima siswa) yang tersebar pada 24 (dua puluh empat) SMA.
Berapakah Peserta Ujian Akhir Nasional
(UN) 2014 yang lulus berdasarkan standard Nilai Ujian Nasional?
Jumlah kelulusan tidak seperti yang masyarakat umum
atau bahkan para Guru SMA bayangkan. Mayoritas siswa atau sekitar 95.90% siswa-siswi
Kabupaten Timor Tengah Utara yang konvoi dan coret-coret baju adalah
siswa-siswi yang LULUS dengan kategori GAGAL atau tidak lulus pada standard
Nilai Ujian Nasional. Jika data ini benar, berarti hanya 4.10% siswa-siswi saja
yang berhasil dengan kategori LULUS pada standard nilai UN 2014. Sedangkan
sisanya 95.90% siswa dinyatakan lulus karena telah memenuhi syarat kelulusan
dari pengabungan Nilai Us dengan nilai UN.
Rekayasa Nilai
Hal kedua yang biasanya dilakukan untuk mendapatkan
sebuah kuantitas kelulusan yang besar adalah dengan mengatur angka nilai siswa
sejak semester pertama. Nilai rapor setiap siswa SMA, misalnya paling kurang harus
berada pada angka nilai ketuntasan minimal sejak semester I (satu) sampai
semester V (lima). Dampaknya sangat besar bagi siswa yang malas belajar dan
siswa yang giat belajar.
Siswa yang malas belajar akan terus malas belajar karena
dia tahu bahwa system data input nilai akan menolak atau memberi tanda merah
pada setiap angka nilai yang tidak tuntas. Siswa yang malas belajar tahua bahwa
Kepala Dinas Pendidikan pasti akan menekan Kepala sekolah untuk menjadikan
setiap angka nilai siswa yang tidak tuntas menjadi tuntas. Siswa yang malas
belajar pasti tahu bahwa Kepala Sekolah dan Para Gurunya akan memanipulasi
angka nilai yang tidak tuntas menjadi tuntas. Oleh karena itu, tidak mengherankan
jika siswa yang mulanya rajin belajar akan menjadi malas karena bagi dia,
belajar atau tidak belajar adalah sama saja; mereka tahu bahwa walau tidak
belajarpun, mereka pasti mendapatkan angka nilai minimal tuntas.
Kecurangan berikut adalah Kepala Sekolah dan para
guru akan menghitung angka minimal kelulusan dari rata-rata Ujian Nasional dan
Ujian Sekolah. Tujuannya adalah untuk menetapkan angka nilai pada Ujian
Sekolah. Jika rata-rata standard minimal kelulusan dari Ujian Nasional dan
Ujian Sekolah adalah 5,50 (lima koma lima puluh), maka pihak sekolah akan
membuat prediksi tentang berapa angka nilai yang akan diperoleh seorang siswa
dalam ujian nasional nanti. Jika siswa A misalnya diprediksikan hanya akan
meraih anka nilai 2 (dua) pada Ujian Nasional, maka angka nilai 9 (sebilan)
akan diberikan kepada siswa tersebut sebagai angka nilai pada Ujian Sekolahnya.
Memperhatikan hal tersebut diatas, maka sudah
dipastikan bahwa angka nilai 9.00 sampai 9.80. akan merupakan angka nilai
rata-rata bagi Ujian Sekolah dari hampir semua sekolah di suatu daerah/kota.
Tujuan pemberian angka nilai 9.00 sam[pai 9.80 adalah untuk memudahkan setiap
siswa lulus pada Ujian Akhir. Sehingga jika nilai ujian sekolah seorang siswa
adalah 9.00 tetapi nilai UN hanya 2.00, maka siswa tersebut sudah dapat
dinyatakan LULUS dengan NILAI AKHIR 5.50,
Angka nilai Ujian Nasional adalah sebuah angka nilai
yang benar-benar diperoleh seorang siswa saat mengikuti Ujian Nasional. Tetapi
angka nilai Ujian Sekolah umumnya diberikan oleh pihak sekolah. Dengan demikian
dapat kita pahami bahwa angka nilai Ujian Nasional adalah sebuah angka nilai
yang merupakan hasil pencapaian seorang siswa dalam belajar. Sebaliknya angka
nilai Ujian Sekolah adalah sebuah angka nilai yang diberikan bukan sebagai
hasil dari sebuah pencapaian, melainkan sebagai sebuah angka prediksi atau
angka nilai rekayasa yang bisa memungkinkan seorang siswa lulus pada ujian
akhir.
Nilai Kebohongan
Merekayasa angka nilai dari US tentu saja merupakan
sebuah pembohongan terhadap diri (Kepala Sekolah dan para guru), siswa, orang
tua dan masyarakat. Lebih dari itu, tindakan memberikan nilai diluar kemampuan
siswa bisa dikategorikan sebagai sebuah pengkhiatan terhadap tujuan dari
pendidikan; yakni bahwa merekayasa angka nilai berarti manusia peserta UN sedang
diajari untuk menolak semangat juang yang gigih, untuk menolak kejujuran,
menolak rasa percaya diri dan tanggung jawab.
Degradasi
Kualitas
Akibat dari merekayasa angka nilai ujian siswa tentu
sangat luas. Tetapi yang pasti bahwa tidakan demikian dapat medegradasi
kualitas anak-anak bangsa. Maka jangan heran jika sebagian besar dari anak muda
tamatan SMA/SMK tidak memiliki semangat juang dalam masyarakat, tidak mandiri,
bermental hamba atau tidak mampu berkreasi dan mencipta tetapi terus bergantung
pada orang lain, tidak mampu bersaing dalam masyarakat atau tidak mampu
bersaing dalam belajar pada tingkatan lebih tinggi.
Apakah ada bukti tentang degradasi kualitas
anak-anak bangsa Indonesia? Kebanyak orangmuda Indonesia lebih suka bekerja
untuk mendapatkan upah dari pada bekerja untuk sebuah pengalaman dan
ketrampilan. Sebagian contoh, sebagian besar tamatan SMA/SMK meninggalkan kampung
untuk mencari kerja. Ada yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga, sebagai
buruh pabrik dan sebagai buruh pertanian dan perkebunan di luar negeri.
Para pekerja kita yang bekerja di luar negeri biasanya
akan pulang ke kampung setelah mengumpulkan upah yang cukup. Mereka
sesungguhnya tidak hanya mendapatkan upah yang cukup, tetapi juga semangat
juang dan ketrampilan. Ketrampilan yang diperoleh seorang pembantu rumah tangga
atau seorang buruh pabrik mustahil diterapkan di kampung saat pulang. Tetapi
semangat juangnya di negeri orang adalah modal besar yang bisa membuatnya
menjadi usahawan sukses di kampung sendiri.
Ketrampilan
Sia-sia
Berbeda dari para buruh pabrik dan pembantu rumah
tangga, seorang buruh pertanian atau perkebunan adalah manusia yang mendapatkan
dua keuntungan lebih. Dia tidak hanya mendapatkan modal berupa uang saja,
tetapi juga semangat juang dan ketrampilan. Dengan modal uang yang dibawa,
ditambah semangat juang dan ketrampilan, seorang mantan buruh pertanian atau
perkebunan seharusnya menjadi seorang pioneer yang bisa menjadi manusia mandiri
saat pulang kampung. Sebab dengan semangat juang, ketrampilan dan uang yang
dimiliki, dia bisa menjadi seorang pekebun yang hebat dan sukses. Dia bisa
membuka lahan seluas-luasnya untuk menanam komoditas pangan dan perkebunan
seperti singkong, maek, jagung dan sorgum, mente, mahani, jati dan sebagainya.
Namun, sayang seribu sayang! Bahwa sebagian besar
dari tenaga kerja kita yang pulang dari luar negeri tidak mampu membangun
sebuah kemandirian hidup dengan semangat juang, ketrampilan dan upah yang
dibawa dari rantau. Sehingga yang terjadi adalah, mereka akan baliknya sebagai
buruh setelah persedian keuangan menipis.
Bibit Korupsi (KKN)
Apakah mereka yang beruntung untuk menikmati
pendidikan tinggi memiliki kualitas lebih baik?
Belum tentu! Karena dia lulus dengan nilai rekayasa
di SMA/SMK, maka diapun akan mewarisi semanagt rekayasa negeatif tersebut.
Caranya? Dia lebih sering ke kampus bukan untuk aktif mengikuti kuliah atau
symposium atau seminar. Tetapi dia hanya datang untuk menanda-tangani daftar
hadir perkuliahan (lebih sering ditandatangi oleh teman) dan menyalin penugasan
mandiri dari hasil kerja temannya. Jika demikian, mengapa dia lulus dengan IPK
sangat baik? Dia lulus dengan IPK sangat baik tanpa sebuah proses perkuliahan
yang baik bukanlah sesuatu yang aneh. Alasannya: daftar hadir menunjukan dia
aktif kuliah walau ditandatangankan oleh teman, dia mengumpulkan hasil
penugasan walau hasil copy dari teman dan nilai ujian baik karena hasil
menyontek buku atau hasil kerja teman. Dia bahkan dapat membayar oknum dosen
guna mendapatkan nilai yang lebih baik. Jadi soal IPK baik dan atau memuaskan
adalah urusan kecil bagi mereka yang bermental buruk. Tidak percaya? Tanyakan
sendiri pada mereka.
Apa yang akan diberikan oleh seorang sarjana
bermental buruk seperti yang diuraikan diatas bagi negeri ini? Dia sesungguhnya
tidak akan pernah memberikan apa-apa bagi negeri ini seperti yang diteriakkan
oleh JF Kennedy, mantan presiden USA yang terkenal itu. Dia sebaliknya akan
menyengsarakan negeri ini dengan mengambil semua yang seharusnya menjadi hak
rakyat dan menggadaikan bangsanya kepada investor busuk.
Bagaimana dia
menyengsarakan negeri ini? Mari ikuti beberapa contoh pembangunan yang
menyenangserakan rakyat berikut:
1.
Pertanian: Jagung,
Beras dan Kedelai adalah komoditas pangan pokok bagi rakyat Indonesia. Ada dana
besar yang disiapkan negera untuk membangun infrastruktur seperti pembukaan
lahan pertanian, pembangunan irigasi, pengembangan dan penguasaan teknologi
serta penelitian bagi pembangunan, pengembangan dan peningkatan produksi
pertanian dari komoditas pokok tersebut. Tetapi ini tidak dia lakukan karena
ada kroninya yang menasehati bahwa membangun infrastruktur pertanian itu sulit,
lebih mahal dan memakan waktu lebih lama. Hal yang lebih mudah adalah import.
Mengimport
hasil pertanian adalah sebuah pekerjaan yang mudah dan menguntungkan. Karena
pasar dalam negeri bisa cepat diisi dan dia mendapatkan fee besar baik dari
supplier maupun dari kroni-kroninya. Akibatnya adalah rakyat tidak dapat
menjadi tuan di negeri sendiri karena mereka tidak bisa berproduksi maksimal
sehingga negeri ini dibanjiri hasil import mulai dari sayur-mayur hingga daging
dan telur. Hal seperti ini akan mematikan kekuatan ekonomi rakyat
2.
Pertambagan:
Indonesia kaya dengan hasil pertambangan, namun jujur diakui bahwa kita belum
mampu mengusahakannya secara penuh karena kita belum memiliki teknologi cukup
canggih untuk itu. Karena itu, pemerintah melakukan kontrak kerja sama dengan
investor-investor dari luar negeri. Sayangnya bahwa kebanyakna kontrak kerja
sama tersebut lebih cendrung menguntungkan investor dari pada kita sebagai pemilik
barang. Kok, bias begitu? Umumnya, investor yang menambang hasil bumi tidak
diwajibkan untuk membangun pengolahan hasil tambang menjadi barang setengah
jadi atau barang jadi di Indonesia untuk selanjutnya mengeksportnya ke Negara
yang membutuhkan. Namun yang terjadi adalah, para investor diberi hak tidak
hanya untuk menambang tetapi juga untuk mengolahnya di negaranya atau Negara
ketiga.
Apa
kerugian kita? Tidak ada tenaga kerja terampil dan ahli kita yang terserap,
kecuali buruh tambang dan buruh angkut. Tidak ada penguasaan dan alih teknologi
karena tidak ada pabrik pengolah hasil tambang dibangun di Indonesia, tidak ada
penambahan nilai bagi komoditas tambang kita karena telah dikirim untuk diolah
di luar negeri, dan tidak ada pajak penambahan nilai bagi produk olahan hasil
tambang kita. Tidak hanya itu saja, kita akan membayar sangat mahal ketika
membutuhkan kembali barang kita – kita mengeksportnya dengan sangat murah
karena masih merupakan barang mentah (belum memiliki penambahan nilai).
3.
Export Energy:
Indonesia memiliki sumber energy BATU BARA dan GAS yang besar di Sumatera dan
Kalimantan dan Papua. Batu Bara sanagt bermanfaat untuk memproduksi energy
listrik guna memenuhi kebutuhan energy nasional. Oleh sebab itu, seharus pemanfaatan
batu bara dan gas untuk listrik sudah harus dilakukan sejak kita mengenal dan
melakukan penambangan batu bara. Lebih dari itu, pusat-pusat pembangkita
listrik besar (power plant) tenaga batu bara atau gas sudah harus dibangun di
Papua, Sumatera dan Kalimantan sejak dulu.
Jika
pengunaan bahan bakar Batu bara dan Gas sudah dilakukan sejak dulu, maka kita
tidak akan pernah kekuaranagn energy. Lebih lanjut, jika pusat-pusat
pembangkita listrik besar (power plant) tenaga batu bara atau gas sudah harus
dibangun di Papua, Sumatera dan Kalimantan sejak dulu, maka Pulau Jawa tidak
akan mengalami kepadatan yang besar dan pemerataan pembangunan tidak menjadi
kecemburuan seperti yang kita alami sekarang ini.
Namun
yang terjadi adalah kita selalu kekurangan energy karena bergantung pada Bahan
Bakar Minyak import yang semakin hari semakin langka dan mahal. Sedangkan Batu bara dan Gas dieksport kepada
Negara-negara kaya yang miskin bahan baku sumber energy.
Cikal-bakal
Kecurangan
Mengapa sebagian Kepala Sekolah dan Guru mau berbuat
curang dengan memberikan Nilai Palsu pada Ujian Sekolah? Kecurangan ini
sesungguhnya tidak hanya dikreasi oleh Kepala Sekolah dan Guru saja. Tetapi
turut mendukung terjadinya kecurangan tersebut adalah para siswa, orangtua dan
juga Dinas Pendidikan . Ada berbagai alasan, baik yang logis maupun yang tidak
logis antara lain:
1.
Para Kepala
Sekolah dan Guru ingin menunjukan bahwa sekolah mereka memiliki prestasi yang
baik jika dapat meluluskan banyak siswa.
2.
Kepala Dinas
Pendidikan ingin menunjukan jika mereka telah berhasil memfasilitasi sekolah
(Satuan Tingkat Pendidikan) jika banyak sekolah dapat meluluskan banyak siswa
3.
Orangtua
mendapatkan kebanggaan bahwa anak-anak mereka telah berhasil menyelesaikan
pendidikan mereka dengan baik.
4.
Merupakan
kebanggaan bagi Para siswa karena telah berhasil atau lulus.
Pembobolan Soal
UN
Lebih lanjut bahwa kecurangan
sesungguhnya tidak terjadi hanya melalui rekayasa nilai US saja. Tetapi juga
bisa melalui kebocoran soal UN.
Disinyalir ada cara seperti ini: Soal UN dijebol, lalu dikerjakan oleh
guru atau bahkan bersama siswa pada malam hari. Atau guru yang sudah
mengerjakan soal UN tersebut akan masuk ke ruang ujian dan mendatangi setiap
peserta ujian untuk memberikan kunci jawaban.
Pembobolah soal-soal UN biasanya jarang
terjadi di daerah perkotaan karena adanya keterbukaan informasi dan pengawasan
oleh pihak keamanan dan media massa sudah cukup baik. Namun, sangatlah mungkin Pembobolah
soal-soal UN dilakukan oleh oknum-oknum tertentu yang bekerja pada
sekolah-sekolah di daerah-daerah terpencil. Semua orang tahu bahwa
gedung-gedung sekolah (SMA) sudah banyak berdiri di daerah-daerah terpencil dan
sulit dijangkau. Namun, jarang ada pengawasan yang cukup terhadap naskah soal
UN di daaerah sulit.
Siapa yang tidak
berintegritas?
Apakah ini berarti bahwa sebagian para
guru di daerah terpencil tidak memiliki kejujuran dan integritas?
Tidak! Para kebanyakan guru di daerah
terpencil adalah pribadi yang berdidikasi tinggi, jujur dan berintegritas.
Namun, tak jarang ada oknum-oknum jahat dari kota yang memanfaatkan kepolosan
dalam bersikap dan berbuat mereka. Ada oknum jahat dari kota biasanya memfasilitasi
oknum-oknum di daerah terpencil melakukan pembobolan soal UN demi uang. Caranya?
Oknum jahat dari kota akan memaksakan para kepala sekolah untuk membeli kunci
jawaban hasil penjebolan soal UN dengan harga tertentu. Kunci jawaban itu
biasanya dikirim oleh oknum jahat di daerah pembobolan melalui layanan SMS kepada
oknum jahat yang ada di kota. Selanjutnya, oknum jahat yang ada di kota inilah
yang akan meneruskan kepada pihak sekolah yang membayar atau telah bersedia
membeli.
Beberapa Kepala sekolah biasanya sulit
untuk menghindari perbuatan jahat tersebut diatas karena biasanya oknum yang
menjual kunci jawaban adalah oknum yang memiliki wewenang atau kuasa terhadap
para kepala sekolah. Selain itu, ada beberapa kepalas sekolah tertentu turut
mendukung kejahatan pembobolan materi UN karena mereka menginginkan kuantitas
kelulusan yang besar dari sekolah yang dipimpin.
Kurang Perhatian
Namun, masih ada penyebab yang lebih
significant terhadap rendahnya mutu pendidikan di daerah- daerah, khususnya
daerah NTT. Penyebab kemerosotan perolehan hasil UN sesungguhnya lebih
disebabkan oleh kurangnya kepedulian orangtua dan siswa, rendahnya
kesejahteraan guru dan kurangnya perhatian pemerinta, khususnya pemerintah
daerah/kota. Mari kita mencoba mengurai penyebab-penyebab jatuhnya mutu
pendidikan satu-persatu.
1.
Kurangnya Perhatian Pemerintah, khususnya Pemerintah
Daerah/Kota
Pemerintah Daerah/Kota biasanya menghendaki agar
sekolah-sekolah, baik negeri/swasta mendapatkan peringkat yang baik dalam
berbagai kompetisi akademik, khususnya Ujian Akhir Nasional. Ini adalah sebuah
harapan yang sangat baik dan terpuji, namun sering harapan itu sangat sulit
terpenuhi didaerah-daerah karena berbagai persoalan antara lain:
a.
Pemerintah
Daerah/Kota jarang memfasilitasi para guru untuk mengikuti pelatihan tambahan
yang dapat meningkatkan ketrampilan dan kreatifitas dalam mengajar dan mendidik
b.
Pemerintah
Daerah/Kota jarang mengadakan perlombaan akademik untuk memacu daya juang siswa
antar sekolah dalam wilayahnya.
c.
Pemerintah
Daerah/Kota tidak menjalankan program Olimpiade Sains, Olimpiade Budaya dan
Olimpiade Olaharaga dengan baik. Hal ini terlihat dari tidak adanya Pembentukan
dan Pembiayaan Team Pembina Olimpiade Daerah/Kota, Perjalanan dan akomodasi
dari sekolah ke lokasi penyelenggaraan Olimpiade biasanya ditanggung oleh
Sekolah peserta Olimpiade. Bahkan yang menjadi pendamping peserta olimpiade ke
tingkat propinsi adalah PNS dari dinas pendidikan bukan guru yang
berkompetensi.
d.
Pemerintah
Daerah/Kota lebih suka menunjuk sekolah tertentu unutk mengikuti suatu Perlomba
Akademik ke tingkat Propinsi. Misalnya, SMA Negeri Alfa ditetapkan sebagai SMA
yang akan mengikuti lomba IPA sedangkan SMA Negeri Bravo yang akan mengikuti
lomba IPS.
Permainan
Anggaran
Jika kita mencermati point “D” diatas,
siapapun akan memfonis bahwa ada permainan penyelenwengan anggaran. Karena
bukannya mmenunjuk, tetapi Pemerintah Daerah/Kota seharusnya menyelenggarakan
perlombaan antar sekolah dalam wilayahnya untuk memilih sekolah dengan
siswa-siswi berkemampuan lebih.
Mengapa disinyalir ada penyelewengan
anggaran? Mari kita cermati hitungan sederhana ini. Jika dalam sebuah
Daerah/Kota memiliki 25 SMA, setiap SMA mengirim 4 siswa IPA, 4 siswa IPS, 1
guru IPA dan 1 guru IPS, maka biaya yang harus dikeluarkan pemerintah adalah
sebagai berikut: Jika biaya transportasi sebesar 50,000;-per orang, maka satu
SMA menghabiskan Rp.550, 000 dan 25 SMA akan menghabiskan Rp.13,750,000;-. Jika
biaya makan perorang Rp.60,000/hari maka 1 SMA menghabiskan Rp.480,000 dan 25
SMA menghabiskan Rp.12,000,000; dan jika biaya penginapan sebesar
Rp.300,000/SMA maka 25 SMA menghabiskan Rp.7,500,000;-
Dengan demikian, suatu Pemerintahan
Daerah/Kota akan mengeluarkan paling kurang Rp.33,250,000 untuk memilih 8 siswa
ditambah 2 guru pendamping untuk pergi berlomba ke tingkat Propinsi.
Namun, mekanisme seperti diuraikan
diatas biasanya tidak dilakukan oleh sebuah Daerah/Kota meskipun dana itu sudah
dialokasikan. Pertanyaannya kemana anggaran yang telah dialokasikan terhadap
jenis kegiatan seperti penyelenggaraan perlombaan untk menyeleksi sekolah
dengan siswa terbaik? Accounting dinas penyelenggaralah yang bisa menjawabnya.
2.
Kurangnya kepedulian orangtua dan siswa.
Orangtua dan siswa memiliki andil besar terhadap
tinggi/rendahnya mutu pendidikan sebuah sekolah. Karena umumnya Orangtua
memiliki pemahaman bahwa tanggung jawab pendidikan anak-anak mereka adalah
sekolah/guru bukan orangtua karena:
a.
Orangtua telah
memenuhi kewajiban mereka seperti membayar uang SPP
b.
Orangtua
beranggapan bahwa guru adalah sumber ilmu bukan masyarakat, alam dan buku
c.
Orangtua dan
Anak/siswa beranggapan bahwa pergi kesekolah adalah untuk diajari bukan untuk
belajar. Oleh karena itu jarang kita menemui seorang siswa dapat belajar dari
temannya baik yang ada di sekolah atau di masyarakat, belajar dari orangtuanya
dan belajar dari lingkungan atau fasilitas yang ada disekitarnya.
d.
Jarang ada
orangtua yang melengkapi anak dengan sumber-sumber belajar seperti buku-buku
mata pelajaran. Tetapi lebih nyaman membelikan Hand phone pintar untuk anak
mereka
e.
Orangtua jarang
memperhatikan perkembangan belajar anak dengan mengawasi belajar anak dan
menyediakan waktu untuk mengecek apakah anak memiliki tugas-tugas sekolah atau
PR
f.
Kebanyakan
orangtua hanya mengetahui bahwa anak-anak mereka selalu berpakaian seragam dan
meninggalkan rumah pada jam sekolah. Tetapi mereka tidak pernah tahu apakah
anak-anak mereka benar-benar pergi ke sekolah atau tidak.
Oleh karena itu seorang siswa sulit
bertumbuh menjadi pribadi yang cerdas dan bertanggung jawab. Karena dia jarang
mendapatkan apalagi melakukan sesuatu untuk menghasilkan sesuatu dalam usia
sekolahnya.
3.
Rendahnya Kesejahteraan Guru
Setiap orang bekerja untuk mendapatkan sesuatu walau
hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan dasarnya seperti sandang, pangan dan
papan. Namun, kebayakan guru hnaya dapat bekerja untuk memenuhi kebutuhan
sandang dan pangan saja. Penghasilan mereka belum cukup memenuhi kebutuhan
PAPAN atau RUMAH. Hal ini dapat terjadi karena:
a.
Guru, baik yang
guru PNS maupun guru Swasta tidak mendapatkan perhatian yang memadai dari
Pemerintah. Umumnya, guru PNS tidak mendapatkan dana-dana kesejahteraan diluar
gaji seperti sesama PNS non guru.
b.
Guru Swasta
tidak mendapatkan Tunjangan Penghasilan Tambahan dari Pemerintah seperti sesama
guru PNS
c.
Pembayaran
tunjangan profesi (SERGUR) untuk guru PNS dan guru SWASTA tidak untuh. Sering
ada kekurangan bayar 1 – 2 bulan.
d.
Tidak ada
penghargaan atau tunjangan kepada Guru PNS atau Non-PNS berbasis kinerja
e. Kebayakan
Yayasan yang menaungi sekolah swasta hanya mampu membayar gaji guru kurang atau
hanya setara gaji PNS golongan 1 (satu)
f. Kebayakan
Yayasan yang menaungi sekolah swasta belum taat hukum UU Dosen dan Guru atau
peraturan tentang Ketenagakerjaan (UU No 13 Pasal 59 ayat 1 dan 2). Sebaliknya
guru malah disamakan dengan tenaga kerja musiman atau Kerja untuk waktu
tertentu. OLeh karena itu, Yayasan yang menaungi sekolah swasta biasanya hanya
menerbitkan SK Kontrak dalam masa paling lama satu tahun kerja saja selanjutnya
guru yang bersangkutan harus mengajukan kontrak kerja baru pada masa akhir
kontrak kerja yang lama. Hal ini tentu menyalahi aturan terhadap lembaga yang
mempekerjakan tenaga kerja non waktu tertentu.
g. Sebagian
Yayasan akan menyewa guru-guru PNS sebagai pengajar sedangkan guru non PNS
hanya akan dipakai sebagai tameng untuk berlindung dari aturan pemerintah
tentang status tenaga kependidikan pada sekolah swasta.
Siapapun orangnya, baik itu Guru,
Petani, Pegawai, Nelayan atau Profesi lainnya tidak akan bekerja optimal dan
nyaman apalagi menikmati pekerjaannya jika dia menghadapi kondisi Kerja seperti
yang digambarkan dalam point-point dari ‘rendahnya kesejahteraan guru’ (a-g)
seperti yang diuraikan diatas.
Oleh sebab itu, jika kecurangan seperti
ini terus berjalan, maka jangan sekali-kali mengharapkan seorang anak bangsa
akan bertumbuh dengan sebuah kualitas yang baik.
Setelah membaca gambaran diatas, apa pendapatmu;
apakah anda menolak atau tetap menginginkan agar Ujian Akhir Nasional (UN)
tetap dipertahankan? Semoga.
Berikut ini adalah contoh daftar nilai Ujian
Nasional UN minus nilai Ujian Sekolah dari SMAK Fides Quaerens Intelectum Sasi
Kefamananu. Dari 62 peserta UN nya, satu mendapat beasiswa dari Universitas
Gajah Mada Yogyakarta dan 7 siswa diterima melalui SNMPT. Mereka adalah:
1.
Imelda
Novita Atitus Beasiswa
di UGM
2.
Desly
Tolanta Usfinit di FAPET
UNDANA
3.
Paulina
Mulyani D Hipir di MATEMATIAK
UNDANA
4.
Venansius
AS Muda di FAPET UNDANA
5.
Dewi
Isabela Kosat di FIA
UNDANA
6.
Yakoba
Maria Taus di FIA
UNDANA
7.
Yanuarius
Sado Teve di SOSIOLOGI
UNDANA
8.
Novia
Yanalisa Totu di ILMU KEHUTANAN
PALANGKARAYA
Beriku ini adalah table nila Ujian Nasional (UN) minus
nilai Ujian Sekolah 2014 SMAK Fides Quaerens Intelectum Sasi Kefamananu.
24
NUSA TENGGARA TIMUR
04
TIMOR TENGAH UTARA
013
: SMA KATOLIK FIDES QUERENS INTELECCTUM KEFAMENANU
UJIAN
NASIONAL TAHUN 2014 PROGRAM – IPA
N
A M A
|
BIND
|
BING
|
MAT
|
FISKA
|
KIMIA
|
BIO
|
JLH
|
Rata2
|
1
Adrianus
Rudolfust Satry Opat
|
6.00
|
7.80
|
6.75
|
7.75
|
8.75
|
4.00
|
41.05
|
6.84
|
2
Agustinus
Mataubana
|
6.40
|
7.40
|
6.50
|
7.75
|
4.50
|
3.50
|
36.05
|
6.01
|
3
Aloysia
Charista Naben
|
8.00
|
7.20
|
6.75
|
7.50
|
3.25
|
3.25
|
35.95
|
5.99
|
4
Angelus
Damianus Fahik
|
7.80
|
8.00
|
2.25
|
7.25
|
7.75
|
2.75
|
35.80
|
5.97
|
5
Atanazia
Lopes Dethan
|
5.80
|
6.60
|
6.25
|
7.50
|
7.75
|
3.25
|
37.15
|
6.19
|
6
Benediktus
Agung Karsono
|
8.60
|
7.60
|
6.75
|
8.25
|
7.25
|
4.50
|
42.95
|
7.16
|
7
Christina
Novita Eko
|
8.80
|
8.40
|
7.25
|
8.25
|
8.50
|
6.50
|
47.70
|
7.95
|
8
Cristofao
V da Costa tety
|
7.00
|
8.00
|
7.50
|
6.50
|
8.25
|
4.75
|
42.00
|
7.00
|
9
Desly
Tolanta Usfinit
|
7.20
|
7.80
|
4.50
|
7.75
|
7.50
|
6.25
|
41.00
|
6.83
|
10
Dewi
Isabela Kosat
|
7.60
|
7.60
|
4.25
|
8.25
|
8.75
|
4.75
|
41.20
|
6.87
|
11
Elsi
Merdekawati Boru
|
7.80
|
7.00
|
5.75
|
8.25
|
7.25
|
5.00
|
41.05
|
6.84
|
12
Felisitas
Sara Isu
|
6.80
|
8.00
|
6.75
|
9.00
|
3.25
|
4.00
|
37.80
|
6.30
|
13
Fransiska
Yulianty Bukarim
|
8.00
|
8.00
|
7.00
|
9.00
|
6.75
|
5.00
|
43.75
|
7.29
|
14
Frederika
Afeanpah
|
8.00
|
8.40
|
7.75
|
6.25
|
8.00
|
5.00
|
43.40
|
7.23
|
15
Frederikus
Naat
|
8.00
|
7.60
|
7.25
|
8.25
|
8.25
|
4.50
|
43.85
|
7.31
|
16
Gregorius
Antonius Amfotis
|
6.80
|
7.80
|
8.00
|
8.00
|
8.00
|
3.00
|
41.60
|
6.93
|
17
Imelda
Novita Atitus
|
8.40
|
8.60
|
7.75
|
8.75
|
8.75
|
5.50
|
47.75
|
7.96
|
18
John
Lelang
|
7.80
|
8.40
|
6.75
|
8.75
|
8.00
|
5.25
|
44.95
|
7.49
|
19
Juniar
Tigva Boru
|
8.80
|
7.80
|
6.50
|
8.00
|
7.50
|
7.25
|
45.85
|
7.64
|
20
Kornelia
Aleksia Bero
|
7.80
|
8.20
|
6.25
|
8.00
|
5.00
|
4.25
|
39.50
|
6.58
|
21
Maria
HT Suri
|
7.80
|
8.20
|
5.00
|
8.55
|
7.75
|
5.00
|
42.30
|
7.05
|
22
Maria
Rosalina D Hema
|
8.80
|
7.60
|
6.00
|
8.00
|
7.75
|
6.00
|
44.15
|
7.36
|
23
Marina
Elviana Fobia
|
8.20
|
8.00
|
5.75
|
8.25
|
7.25
|
5.25
|
42.70
|
7.12
|
24
Meytrine
Elina Latole
|
8.40
|
7.80
|
7.25
|
8.00
|
8.50
|
5.50
|
45.45
|
7.58
|
25
Novitriani
Katrina Ukat
|
8.80
|
8.00
|
8.00
|
8.25
|
8.50
|
5.75
|
47.30
|
7.88
|
26
Paulina
Mulyani D Hipir
|
8.20
|
8.80
|
7.75
|
8.75
|
7.75
|
6.50
|
47.75
|
7.96
|
27
Priska
Y Sodanango
|
8.80
|
7.40
|
7.50
|
7.50
|
8.25
|
6.00
|
45.45
|
7.58
|
28
Selviana
Lelan Naitili
|
7.80
|
8.00
|
6.75
|
7.75
|
7.75
|
4.75
|
42.80
|
7.13
|
29
Serilius
Deodatus Sawu
|
8.00
|
8.80
|
8.00
|
9.25
|
9.25
|
6.50
|
49.80
|
8.30
|
30
Venansius
AS Muda
|
8.00
|
7.60
|
7.25
|
6.75
|
8.25
|
4.50
|
42.35
|
7.06
|
31
Vitalis
AP Huar
|
6.80
|
8.20
|
7.50
|
8.00
|
8.50
|
5.00
|
44.00
|
7.33
|
32
Yane
Katarine Tutfaut
|
8.60
|
9.00
|
6.50
|
8.00
|
7.50
|
6.00
|
45.60
|
7.60
|
33
Yohanes
CP Parera
|
6.60
|
7.20
|
6.25
|
8.50
|
8.00
|
3.00
|
39.55
|
6.59
|
34
Yovita
Sambi
|
6.00
|
6.80
|
6.25
|
8.00
|
8.50
|
2.00
|
37.55
|
6.26
|
RATA-RATA
|
7.71
|
7.87
|
6.60
|
8.02
|
7.54
|
4.82
|
|
7.09
|
24 NUSA
TENGGARA TIMUR
04 TIMOR
TENGAH UTARA
013 : SMA
KATOLIK FIDES QUERENS INTELECCTUM KEFAMENANU
UJIAN NASIONAL TAHUN 2014 PROGRAM - IPS
N A M A
|
BIND
|
BING
|
MAT
|
EKO
|
SOS
|
GEO
|
JLH
|
Rata2
|
1 Agnes
Vivian Asa
|
6.00
|
7.80
|
7.00
|
7.25
|
5.40
|
4.60
|
38.05
|
6.34
|
2 Andreas
Pregrinus Watu Muga
|
6.80
|
8.00
|
4.50
|
8.00
|
5.80
|
4.80
|
37.90
|
6.32
|
3 Carolina
Srihartina Teri Purab
|
6.20
|
5.40
|
5.25
|
3.25
|
6.80
|
4.60
|
31.50
|
5.25
|
4 Devid
Delierty Lio
|
8.60
|
7.40
|
8.00
|
9.00
|
7.40
|
6.80
|
47.20
|
7.87
|
5 Droste
Mayola Lalian
|
7.40
|
8.20
|
8.75
|
8.50
|
7.00
|
6.40
|
46.25
|
7.71
|
6 Hendro
Darius Bouk
|
5.00
|
8.20
|
7.25
|
7.50
|
5.60
|
4.60
|
38.15
|
6.36
|
7 Heri
Robertus Haekase
|
7.20
|
8.40
|
5.75
|
5.25
|
5.60
|
5.20
|
37.40
|
6.23
|
8 Jeremias
Johanes Akoit
|
6.20
|
7.40
|
6.75
|
7.00
|
7.00
|
5.00
|
39.35
|
6.56
|
9 Kristina
Wada Betu
|
8.20
|
8.00
|
6.75
|
8.50
|
8.00
|
5.80
|
45.25
|
7.54
|
10 Maria
Bibiana Nana
|
6.20
|
7.40
|
8.50
|
7.50
|
7.20
|
4.60
|
41.40
|
6.90
|
11 Maria
Elfrida Tael
|
7.60
|
7.40
|
8.00
|
8.00
|
8.40
|
6.20
|
45.60
|
7.60
|
12 Maria
Goreti Lalisuk
|
6.20
|
7.80
|
6.50
|
6.25
|
6.40
|
4.20
|
37.35
|
6.23
|
13 Maria
Grasela Anunut
|
5.20
|
6.40
|
7.00
|
4.75
|
4.20
|
3.00
|
30.55
|
5.09
|
14 Melkior
Debristo Kasa
|
7.60
|
6.80
|
3.75
|
7.50
|
6.80
|
7.00
|
39.45
|
6.58
|
15 Mikhael
Yuvendi Fobia
|
8.60
|
8.60
|
7.00
|
8.25
|
7.40
|
6.20
|
46.05
|
7.68
|
16 Noemia
Auxilliadora Kaet
|
8.20
|
7.20
|
7.25
|
7.75
|
6.60
|
5.40
|
42.40
|
7.07
|
17 Novia
Yanalisa Totu
|
7.00
|
7.40
|
7.25
|
6.75
|
5.40
|
6.80
|
40.60
|
6.77
|
18 Odisiana
Manek
|
5.80
|
8.20
|
6.00
|
7.25
|
3.60
|
4.00
|
34.85
|
5.81
|
19 Oswalda Eujenia
Tefa
|
7.20
|
7.80
|
6.50
|
7.25
|
7.00
|
5.00
|
40.75
|
6.79
|
20
Sebastiana Bria
|
7.20
|
5.60
|
4.25
|
8.25
|
6.80
|
4.60
|
36.70
|
6.12
|
21 Sisilia
Kristanti Ampolo
|
7.60
|
7.80
|
6.25
|
8.50
|
7.20
|
6.20
|
43.55
|
7.26
|
22 Stefanie
Noviega Bribin Burin
|
7.80
|
7.60
|
6.00
|
8.25
|
6.60
|
6.20
|
42.45
|
7.08
|
23
Theobaldus Killa
|
7.20
|
6.00
|
7.00
|
8.75
|
7.40
|
7.20
|
43.55
|
7.26
|
24 Vadelina
MB Pandu
|
5.80
|
7.20
|
2.75
|
6.00
|
4.80
|
4.20
|
30.75
|
5.13
|
25 Wihelmina
K Tanouf
|
6.60
|
4.20
|
4.50
|
7.75
|
5.20
|
4.40
|
32.65
|
5.44
|
26 Yakoba
Maria Taus
|
8.20
|
7.40
|
4.25
|
7.00
|
5.80
|
5.80
|
38.45
|
6.41
|
27 Yanuarius
Sado Teve
|
6.40
|
7.60
|
4.25
|
7.75
|
7.80
|
5.20
|
39.00
|
6.50
|
28 Yohana
Merlin Siki
|
8.40
|
6.80
|
7.75
|
8.25
|
7.80
|
8.00
|
47.00
|
7.83
|
RATA-RATA
|
7 .01
|
7.29
|
6.24
|
7.36
|
6.46
|
5.43
|
|
6.63
|