Timor
terletak di utara Australia , dan merupakan salah satu dari
timur Kepulauan Sunda . Bersama dengan Sumba , Babar dan pulau-pulau kecil yang terkait,
Timor membentuk luar selatan kepulauan dari Kepulauan Sunda Kecil dengan pulau batin Flores , Alor dan Wetar di utara, dan di baliknya Sulawesi .
Oleh
banyak kalangan Tmor dikenal sebagai sebuah pulau
di bagian selatan Nusantara,
terbagi antara negara merdeka Timor Leste dan kawasan Timor Barat, bagian dari provinsi Nusa Tenggara Timur
di Indonesia. Luas Pulau Timor sekitar 30.777
km². Nama pulau ini diambil dari kata 'timur', bahasa Melayu untuk
"timur"; dinamakan demikian karena dia terletak di ujung timur rantai
kepulauan.
Bagaimana terbentuknya Pulau Timor? Tidak banyak
referensi baik itu berupa cerita tutur atau Legenda maupun kajian ilmiah yang
telah memberi gambaran. Namun, terlepas dari tuntutan pembaca akan sebuah
kebenaran cerita atau fakta, Timor Island in legend and fact dapat memenuhi
rasa ingin tahu anda
Konon
pada 4,54 milyar tahun lalu ketika Dunia masih baru yang ada hanyalah air; air
menutupi seluruh permukaan Bumi dan tidak ditemukan daratan, bukit, dan lembah,
tidak juga gunung dan jurang. Tidak ada tetumbuhan dan hewan; baik di air, di darat
maupun hewan di udara yang berkeliaran seperti saat ini. Lalu air itu
dikumpulkan dalam palung-palung dan cekungan sehingga terbentuklah lautan dan
danau-danau. Maka Bumi menampakkan dirinya bagaikan sebuah bola raksasa yang
terbangun dari daratan berupa benua dan pulau-pulau yang dikelilingi lautan dan
diselunbungi udara.
Lalu
ditempatkanlah makluk-makluk hidup berupa tumbuhan dan hewan di darat, di air,
dan di udara serta manusia. Para makluk hidup diperintahkan untuk hidup dalam
suatu ekosistem yang harmonis, untuk berkembang-biak dan untuk memenuhi setiap
bagian dari Bumi.
Penguasa Alam Raya
Adalah
Nai Maromak, atau yang disebut Loro Liu Rai Malaka yang telah menjadikan
segala-sesuatu seturut apa yang disabdakanNya. Dia adalah Sang Cahaya, Penguasa
Alam Raya, Penguasa yang agung dan ajaib. Dalam Bahasa Tetum, “Loro Liu Rai Malaka” terdiri dari kata:
“Loro” artinya Sang Surya, “Liu” artinya melebihi, “Rai” artinya Alam Raya/Bumi
dan “Malaka” artinya yang memiliki cahaya. Atau Malakan yang berarti yang bekuasa
atau yang berkemenangan. Dialah yang telah menjadikan dan memelihara segala
sesuatu dan dia berkenan pada semua ciptaannya.
Tetum
adalah Bahasa pengantar yang dituturkan secara luas oleh masyarakat Belu Timor
Nusa Tenggara Timur Indonesia dan warga Negara Timor Leste pada umumnya.
Kelangsungan Karya
Penciptaan
Loro
Liu Rai Malaka terus berkarya dan setiap karya adalah misteri/keajaiban yang
berwujud dalam kesempurnaan setiap ciptaan. Tidak ada suatu maklukpun yang
diciptakan untuk suatu kesia-sian dan semuanya ditetapkan indah pada waktunya.
Oleh sebab itu tiada suatu maklukpun dapat memahami misteri ini, bahkan
manusiapun tidak dapat menyelaminya.
Semua
Makluk baik yang bernyawa maupun tidak dengan segala keindahan, keajaiban dan
misterinya ditempatkan dalam sebuah taman. Taman itu berada di pusat Bumi dan
diberi nama taman Mau Besi. Segala makluk dalam taman Maubesi diserahkan dalam
perwalian Manusia.
Taman
Maubesi tidak hanya indah tetapi merupakan sebuah taman yang berkepenuhan dalam
kedamaian dan pengharapan. Kedamaian yang menempatkan setiap makluk hidup dalam
sebuah ecosystem yang harmonis, dan Pengharapan yang tidak sekali-kali
mengecewakan manusia, abdi Ilahi untuk mengambil bagian dalam kemulian PenciptaNya.
Oleh karena itu, setiap makluk yang menghuninya tak pernah berkekurangan, dan
bahkan manusia yang walau hanya sedikit berkerjapun tak akan pernah
berkekurangan akan makanan, susu dan madu.
Manusia dan Perannya
Demi
menyatakan keberlangsungan karyaNya, ditempatkan manusia sebagai abdi dengan
serangkaian pekerjaan untuk menguasai dan mengelola Alam Raya. Manusia sungguh
tekun dalam pekerjaan ini karena dia tahu bahwa tangan yang lamban membuat
miskin tapi tangan yang rajin membawa kesejahteraan.
Manusia
diberi Ilmu dan Pengetahuan
Oleh
ketekunan dan kesetiaan dalam pekerjaan, manusia diberi ilmu dan pengetahuan
supaya olehnya mereka dapat memahami dan memujiNya atas keunikan dan
keajaiban/misteri yang ada dalam setiap ciptaan (karya)Nya. Dengan demikian, manusia
akan dilayakkan untuk mengambil bagian dalam kemulian PenciptaNya.
Ilmu
dan pengetahuan sesungguhnya merupakan sebuah otoritas ilahi. Otoritas yang dikirim
bagaikan hujan diatas palung sungai yang kering dan barang siapa menerimanya
menjadi makmur.
Manusia
yang setia senantiasa mengosongkan diri bagai dasar sungai yang kering dan siap
untuk diisi dengan anugerah ilmu dan pengetahuan. Ilmu dan Penegtahuan tersebut
diletakkan dalam lubuk hati. Manusia lalu mengali dan mengambil Ilmu dan
Pengetahuan tersebut bagaikan menimba air dari sebuah Sumur yang dalam melalui proses
belajar dan terus belajar. Tetapi hanya mereka yang tekun sampai akhir akan mengalami
sebuah lompatan besar dan maju dalam pencapaiannya sebagai pewaris karya
Pencipta.
Hikmat
dan Kebijaksanaan diberikan kepada Manusia
Manusia
yang tekun dan setia memperoleh kemampuan memahami Alam Raya dan fenomena-fenomena
yang menyertai. Namun demikian, manusia tetaplah makluk dengan segala
keterbatasannya sehingga tetap tidak mampu untuk menyelami setiap misteri dalam
setiap ciptaan.
Oleh
sebab itu, manusia diberikan lagi Hikmat dan Kebijaksanaan. Tujuannya agar
semua penegtahuan dan kepandaian yang telah diperoleh harus didasarkan pada
hikmat dan kebijaksaan. Hikmat dan Kebijaksanaan adalah dasar bagi segala
pikiran, semua tutur kata, setiap perbuatan dan seluruh kebiasaan yang dialami.
Dengan
demikian manusia menyadari bahwa ilmu dan pengetahuan yang dimiliki mereka
dapat memahami Alam Raya dan fenomenanya, tetapi Hikmat dan Kebijaksanaan
meneguhkan bahwa mereka akan tetap tidak dapat menyelami seluruh misteri yang
menyertainya. Karena itu, proses keberlangsungan dan penyempurnaan karya
penciptaan, oleh manusia dapat dipahami melalui konsepsi, proses pembelahan, diferensiasi,
migrasi, mutasi, evolusi.
Liku SaE dan sepak-terjangnya
Alam
Raya dan semua makluk yang ada didalamnya berjalan seturut hukum dan peran yang
ditetapkan dan mematuhi manusia sebagai pewaris karya penciptaan. Namun, dibagian Bumi yang lain, tepatnya di
tenggara Nusantara, Liku SaE, seekor ular raksasa telah memilih Samudra sebagai
habitatnya dan lebih senang berada di dasar lautan. Mendengar bahwa seluruh
Alam Raya dan segala isinya; baik yang bernyawa maupun tidak telah dipercayakan
kepada pengelolaan manusia, Liku SaE mulai memasang aksinya. Mula-mula dia naik ke permukaan dengan cara meliuk-liuk. Tujuan
dia naik dan muncul ke permukaan adalah untuk menyatakan diri sebagai penguasa
Samudra raya. Bahwa dia juga memiliki kuasa yang tidak mudah disaingi.
Setiap
kali dia naik ke permukaan atau sebaliknya turun ke dasar samudra, terjadilah arus
gelombang laut besar. Arus laut ini biasanya dapat menyeret apa saja dan
menyapu pantai-pantai sekitarnya. Gelombang laut yang besar itu tidak hanya
menyebabkan sebuah dinamika besar bagi kehidupan dalam air. Tetapi juga,
berdampak pada penyebaran kehidupan di darat. Mengapa? Arus dan gelombang laut itu
ternyata memberi ketakutan tersendiri bagi makluk hidup baik yang berada di
lautan maupun daratan untuk bermigrasi. Akibatnya, terjadi perbedaan kehidupan
di belahan Bumi Barat dan Utara dari pada kehidupan di belahan Bumi Timur dan
Selatan.
Arti Kata Liku SaE
Liku
SaE, dalam Bahasa Tetun, berasal dari dua kata “Liku & SaE”. “Liku” berarti meliuk, mengitari atau berputar
dan “SaE” artinya naik. Perlu diketahui
bahwa “Tetun atau Tetum” adalah bahasa komunikasi yang dipakai secara luas oleh
masyarakat Timor bagian Timur mulai dari Belu (Atambua) Indonesia hingga warga
negara Timor Leste secara keseluruhan.
Godaan Liku SaE
Dalam
perjalanannya dari dasar Samudra, Liku SaE singgah di Taman Maubesi, sebuah
taman indah dan damai yang dihuni oleh manusia dan segala jenis makluk hidup
lainnya. Saat tiba di sana, Liku SaE mendapati Bui Ikun, putri penunggu taman
sedang menikmati keindahan dan mengagumi misteri dalam setiap ciptaan Sang
Ilahi.
Melihat
bahwa Bui Ikun hanya seorang diri tanpa didampingi Mau Ulu, kekasihnya; Liku
SaE mulai memasang siasatnya untuk memperdayai Bui Ikun. Setelah berbasa-basi
dalam sebuah sapa rayu, Liku SaE bertanya pada Bui Ikun; untuk apa kamu dan Mau
Ulu, kekasihmu itu merepotkan diri
menjaga, memelihara dan mengelola taman ini dengan segala isinya? Tanpa memberi
kesempatan untuk dijawab oleh Bui Ikun, Sang Liku SaE berujar, saya tahu kalian
mau bersusah payah memelihara taman ini karena dijanjikan untuk mengambil
bagian dalam setiap karya dan kemulian dalam setiap ciptaanNya itu, bukan?
Pemberontakan Manusia
Dengan
kecerdikannya, sang Liku SaE berhasil memperdayai Bui Ikun saat itu. Bui Ikun
pun menjadi percaya pada Liku SaE dan berhasil mempengaruhi Mau Ulu untuk tidak
mematuhi perintah Pencipta. Sebab seperti yang disampaikan Liku SaE bahwa
dengan Ilmu dan pengetahuan yang dimiliki, mereka dapat melakukan
segala-sesuatu yang bahkan lebih hebat
dari pada yang dikerjakan Pencipta Alam Raya. Namun, Hikmat dan Kebijaksanaan
sesungguhnya adalah sebuah benteng yang membatasi manusia. Manusia menjadi
yakin pada apa yang dikatakan Liku SaE bahwa Hikmat dan Kebijaksanaan akan
membuat manusia merasa tidak bebas untuk berpikir, bertutur-kata, bertindak dan
ragu untuk mengalami sesuatu.
Bui Ikun bersama Mau Ulu, kekasihnya akhirnya sepakat
untuk menolak dan menjalankan tugas sebagai abdi Nai Maromak, Penguasa Alam
Semesta. Merekapun meyakini bahwa sesungguhnya tidak ada apa yang disebut karya
penciptaan. Tidak juga ada misteri dan kemulian dalam setiap karya ciptaan
tetapi kekuatan pikiran.
Keagungan
Pikiran
Sejak
saat itu, bukan Loro Liu Rai Malaka lagi yang menjadi junjungan, melainkan Liku
SaE. Karena telah mencerahkan manusia untuk mengagungkan kekuatan dan pikiran.
Sebab mereka tahu bahwa dengan ilmu dan pengetahuan, manusia sesungguhnya dapat
menyamai kekuasaan Pencipta. Yakni manusia dapat melakukann sebuah rekayasa
penciptaan melalui proses pembelahan, mutasi dan evolusi.
Setelah
mempercayai Liku SaE bahwa sesungguhnya Loro Liu Rai Malaka memberi manusia Hikmat
dan Kebijaksanaan semata-mata untuk membatasi mereka dari rahasia yang
dikerjakan Pencipta. Dengan demikian, manusia menolak Hikmat dan Kebijaksanaan
dan menetapkan diri untuk mengandalkan Pikiran mereka sendiri.
Mulanya
mereka menetapkan bahwa segala sesuatu berawal dari pikiran; pikiran untuk
membangun diri, pikiran untuk mendapatkan dan menguasai sesuatu/materi untuk
membangun diri dan pikiran untuk menyatakan/mengaktualisasikan diri.
Selanjutnya,
mereka merumuskan cara/rencana guna memenuhi semua yang telah mereka pikirkan
seperti diatas. Segala rancangan dirumuskan agar apa yang dipikirkan dapat
dikerjakan dan berhasil.
Dan
terakhir adalah mereka kerjakan atau melakukan semua tindakan untuk mendapatkan
semua yang mereka pikirkan tepat seperti yang mereka rumuskan/rencana.
Hukuman terhadap
Manusia
Manusia
sesungguhnya tidak keliru dalam mengandalkan kekuatan pikiran. Mereka pasti
akan berhasil namun faktanya manusia
akhirnya tetap gagal karena tidak dilandaskan pada Hikmat dan Kebijaksanaan.
Hikmat dan Kebijaksanaan akan menuntun manusia meyerahkan segala rencana pada
Tuhan maka Dia akan memberdayakan Manusia untuk mampu menyukseskan setiap
rencana yang diberkati.
Kejatuhan
manusia pada tipu daya Liku SaE membangkitkan murka sang penguasa Alam semesta.
Sejak saat itu, manusia diusir dari taman Mau Besi dan hak-hak istimewanya
sebagai pewaris karya ilahipun dilucuti. Hubungan diri dengan Nai Maromak
terputus dan Manusia harus bekerja keras
untuk memenuhi hidup; bersusah payah untuk memenuhi kehidupan mereka. Mereka
menjadi tidak percaya diri lagi sebagai pengelola Alam raya.
Kehidupan
manusia terus memburuk karena disadari ternyata kekuatan pikiran tidak bisa
diandalkan. Sebab sebuah rancangan pikiran tanpa penyertaan Roh Ilahi cendrung
membuat manusia hidup dalam sebuah ketergesaan yang menyesatkan. Manusia tidak
lagi memiliki kemampuan untuk mengelola dan menguasai alam raya dan cendrung
untuk menetap dengan membangun pemukiman
yang kokoh pada suatu tempat tertentu saja. Hal yang sama terjadi pada makluk
hidup yang lain. Mereka lebih cendrung untuk hidup bersama dan berkelompok pada
suatu tempat tertentu saja.
Hal
itu telah menjadi keprihatinan tersendiri. Karena berpengaruh besar terhadap
proses migrasi makluk hidup dari dan ke belahan Bumi bagian Timur
dan/atau selatan. Maklu-makluk yang berada dipuncak ekosistem seperti
Singa dan Harimau tidak dapat mendiami, bahkan jejaknyapun tidak dapat
ditemukan di belahan Bumi Selatan atau Timur. Sedangkan makluk besar lainnya
seperti Gajah konon hanya sampai di daratan Flores saja. Setiap makluk hidup patuh pada Liku SaE dan engan
bermigrasi. Pada hal selain rintangan alam, migrasi sesungguhnya baik untuk
memberikan sebuah keanekaragaman dan perbedaan fauna dan flora di muka Bumi. Hal
ini tentu dilihat sebagai sesuatu penyimpangan.
Terhambatnya
penyebaran makluk hidup sesungguhnya bertentangan dengan misi penciptaan. Bahwa
seluruh makhluk hidup, baik itu tumbuhan maupun hewan harus menyebar untuk
memenuhi seluruh Alam raya ini secara merata dan seimbang. Ketidak merataan
penyebaran makluk hidup merupakan sebuah penyimpangan yang besar bagi
keseimbangan kehidupan, baik itu bagi tumbuhan maupun hewan.
Kekacauan
Komunikasi
Dia
yang berkuasa tetap menhendaki agar seluruh Bumi dipenuhi oleh baik itu
manusia, hewan maupun tumbuhan. Maka diserakkannyalah semua makluk itu dengan
mula-mula mengacaukan bahasa manusia. Sejak saat itu, antara satu keluarga
manusia dengan keluarga yang lain tidak lagi saling memahi dalam berkomunikasi
karena kendala bahasa. Konon kendala dalam berkomunikasi inilah yang mendorong manusia
untuk berpisah, berpencar dan memilih tempat masing-masing untuk bermukim.
Loro
Liu Rai Malaka tentu saja sangat murka saat mengetahui kejatuhan Manusia dan kegagalan
terciptanya keseimbangan alam raya akibat ulah Liku SaE, sang Naga yang adalah
hambanya juga. Maka diputuskan agar Liku SaE diperintahkan untuk segera
menghadap.
Jaman
Es
Sebelum
hukuman dijatuhkan kepada Liku SaE, tahap pertama yang dibuat adalah Lautan di kutup
Utara dan Selatan Bumi dibekukan. Permukaan air lautpun menurun sehingga
tampaklah punggung-punggung Benua dan Pulau.
Para
makluk tertarik pada keadaan Alam yang baru ini dan mulai bermigrasi kesegala
penjuru Bumi; ada yang ke utara atau selatan, timur atau barat dan/atau
sebaliknya. Hasilnya adalah adanya keragaman makluk hidup di Seluruh Bumi
termasuk Nusantara. Pergerakan makluk hidup pada jaman ini telah membentuk tiga
type Fauna di Nusantara:
1. )*Fauna Asiatis: Type Fauna yang
menempati bagian barat Indonesia sampai Selat Makasar dan Selat Lombok. Di
daerah ini terdapat berbagai jenis hewan menyusui yang besar seperti gajah,
harimau, badak, beruang, orang utan.
2. )*Fauna Australis: Type Fauna yang
menempati bagian timur Indonesia, meliputi Papua dan pulau-pulau sekitarnya. Di
daerah ini terdapat jenis hewan seperti kangguru, burung kasuari, cendrawasih,
kakaktua.
3. )*Fauna Peralihan dan Asli: Type
Fauna yang terdapat di bagian tengah Indonesia, meliputi Sulawesi dan daerah
Nusa Tenggara. Di daerah ini terdapat jenis hewan seperti kera, kuskus, babi
rusa, anoa dan burung maleo.
Hukuman terhadap Liku
SaE
Jaman
Es ternyata memberikan sebuah penderitaan yang besar kepada Liku SaE. Turunnya
permukaan air laut menyebabkan tubuhnya berada diatas permukaan. Hal ini
memaksa dirinya berperan bagaikan sebuah jembatan bagi setiap makluk hidup yang
bermigrasi.
Jaman
Es membuat keberadaan Liku SaE tidak nyaman dan sebelum mati kekeringan diapun
segera menghadap Loro Liu Rai Malaka.
“Sembah Yang Mulia, Baginda Loro Liu Rai
Malaka,” terimalah sapa hormat saya.
Saya dalah hambamu Liku SaE, SaE Liku SaE, yang baginda beri kuasa sebagai
penguasa dasar lautan. Demikianlah bunyi salam sembah Liku SaE saat menghadap
Baginda Loro Liu Rai Malaka. “Apa gerangan Yang Mulia menghendaki kehadiran
abdi disini?” Tanya sang Liku SaE.
Begini
Liku SaE, demikian Baginda Loro Liu Rai Malaka mengawali maksud pemanggilan
Liku SaE. Bahwa tugas mu sebagai penjaga dasar samudra telah memberikan sebuah
dinamikan yang baik bagi seluruh kehidupan di lautan. Karena ternyata, demikian
lanjut Baginda Loro Liu Rai Malaka, gerakan-gerakan naik turun mu telah
menciptakan gelombang laut yang besar dan dasyat berdampak positif bagi
keseimbangan kehidupan didalam lautan maupun di tepi pantai.
Namun,
yang telah menjadikan Loro Liu Rai Malaka sangat murka adalah upayanya
memperdaya manusia. Liku SaE telah berdosa besar karena menyebabkan manusia
murtad terhadap keyakinan mereka akan kuasa dan keberlangsungan karya Penciptaan.
Oleh
sebab itu, mulai saat ini, demikian perintah Loro Liu Rai Malaka, tugasamu
sebagai pengusai dasar laut saya lucuti. Sebagai ganti, kamu harus naik ke
permukaan dan akan saya jadikan sebuah kediaman bagi manusia dan makluk hidup
lainnya.
“Siap
yang mulai”, saya siap menjalankan amanah, jawab Liku SaE. Akhirnya Liku SaE benar-benar meninggalkan
dasar laut dengan terangkat perlahan-lahan dan berdiri kokoh diatas permukaan
air (Laut). Sejak saat itu, Liku SaE secara bertahap berevolusi dan menjadikan
dirinya sebuah daratan dan berganti nama menjadi Timor.
Hukuman sebagai
Anugerah
Liku
SaE telah menerima perwujudannya sebagai pulau Timor sebagai sebuah anugrah.
Sebagai ungkapan syukur, Liku SaE menyediakan diri sebagai habitat bagi
berbagai makluk hidup. Selain itu, Liku SaE memperkenankan manusia untuk
mengabadikan lukisan indah pada tubuhnya menjadi motif Tetais, sebuah kain
tenunan asli Timor.
Selain
itu, Liku SaE menyatakan cinta pada manusia dengan menumbuhkan Hau Meni dalam
Bahasa Atoni atau Ai Kamenen dalam Bahasa Tetum, atau Cendana dalam Bahasa
Indonesia. Cendana sesungguhnya tanaman endemic yang tak dapat tumbuh dibelahan
lain. Liku SaE berharap, dengan haumeni,
manusia senantiasa memberikan sesajen-sembahan bakaran yang wangi-harum kepada
Loro Liu Raia Malaka, penguasa Alam Semesta. Akhirnya, Timor benar-benar menghaturkan
sembah syukur kurban bakaran tidak melalui ledakan Gunung Api (tidak ditemukan
di Timor). Melainkan melalui harum-wangi asap pembakaran Cendana.
Dibandingkan
dengan asap ledakan sebuah Gunung Berapi, ternyata asap pembakaran Batang
Cendana lebih semerbak dan dapat mengharumi seluruh alam semesta. Dan Loro Liu
Raia Malaka, penguasa Alam Semesta, sangat berkenan terhadap persembahan
bakaran Liku SaE. Sebagai imbalannya, oleh Loro Liu Raia Malaka, Cendana Wangi
hanya boleh bertumbuh di daratan Timor saja.
FAKTA DALAM LEGENDA
Proses Pengangkatan dan
Pergeseran
Konon
adalah Liku SaE, seekor ular raksasa yang dipaksa naik dari habitatnya didasar
lautan karena memberontak. Oleh Loro Liu Rai Malaka atau Nai Maromak, dia
diminta bermetamorfosa menjadi Pulau
Timor. Ketika meninggalkan tempatnya di
dasar laut, dan seturut perintah Loro Liu Rai, Liku SaE membawa serta
makluk-makluk air seperti Kerang, Siput, Kuda Laut dan Bunga-bunga Karang. Sebagian
dari makluk tersebut benar-benar dapat hidup di daratan, beradaptasi dan
berevolusi.
Seturut
Legenda, Timor terbentuk melalui Proses Pengangkatan dan pergeseran. Timor
terangkat dari dasar laut dan terus tergeser ke Utara hingga saat ini. Banyak
fakta dapat membuktikan bahwa Timor mulanya berada didasar Laut adalah struktur
pantai yang bertangga dan ditemukan banyak fosil binatang laut seperti: kerang
laut/tripang, siput laut, kuda laut, tulang belakang hewan (ikan) laut dan
bunga karang diatas bukit-bukit dan gunung-gunung yang jauh di pedalaman,
bahkan berpuluh atau beratus kilo meter dari tepi pantai.
Melalui
Autochton Model, para Ilmuwan membuktikan Timor
adalah gambaran pengangkatan dari tepi Benua Australia dan juga
dipengaruhi oleh daya apung (buyoancy) dari interaksi lempeng Indo-Australia
dengan Eurasia. Hal itu
dibuktikan dengan adanya beberapa fakta lapangan dan dapat menjelaskan
pembentukan Formasi Bobonaro yang terdiri dari litologi scaly clay. Selain
itu di Timor hampir secara keseluruhan ditutupi oleh zona akresi dengan
komposisi yang berasal dari sekuen Kerak Benua Australia.
Sifat Geoglogis dan
iklim Timor
Liku SaE sebagai seekor ular raksasa
termasuk bangsa reptile dan merupakan golongan makluk primitive yang sangat tua
umurnya. Namun, sebagai
makluk yang hidup didasar Samudra, Liku SaE tentu tidak pernah membutuhkan Api.
Oleh sebab itu, Timor juga memiliki
sifat geologis yang lebih
tua
sesuai umur Liku SaE ketika belum berevolusi menjadi sebuah pulau. Namun, tidak memiliki sifat vulkanik
dari Lesser Sunda Islands Utara. Orientasi sumbu utama pulau juga berbeda dari
tetangga-tetangganya.
Sumber
Mineral
Liku SaE sunguh berevolusi secara total dan penuh pengorbanan
dengan menjadikan seluruh bagiannya bermanfaat bagi manusia. Tulang-tulangnya
dia jadikan sumber mineral seperti Emas, Mangan dan Biji Besi. Sedangkan
pungungnya dia jadikan Gunung-gunung Marmer. Dan sebagian dagingnya dia jadikan
bahan Semen yang tak akan pernah habis ditambang. Selain itu, air matanya dia
alirkan membentuk dua sungai Noe Mina mengairi bagian selatan dan Laclo Northern Rivers mengaliri Negara Timor Leste.
Musim
& Iklim
Habitatnya didasar Samudra telah
membentuk Liku SaE sebagai makluk berdarah dingin. Namun dia tidak dapat
menghangatkan tubuh sendiri karena tidak memiliki sumber panas. Liku SaE tentu sangat membutuhkan sumber panas
untuk berjemur guna menghangatkan tubuhnya. Oleh sebab itu, ketika
berevolusi menjadi Timor, telah mendapatkan sinar matahari lebih dalam iklim
musim kemarau panjang dengan angin panas bertiup dari Australia .
Iklim yang kering dan jenis/struktur tanah tidak memungkingkan adanya hutan tropis yang lebat. Namun, Timor dianugerahi dengan Sabana berupa padang rumput yang diselingi pepohonan yang bergerombol. Dan Steppa berupa padang rumput yang sangat luas yang sangat cocok bagi usaha peternakan.
Sayangnya,
kini kawasan sabana dan stepa mulai berkurang seiring peningkatan kebutuhan
manusia akan lahan pemukiman dan pertanian. Ancaman juga datang dari kehadiran
tanaman invasive, Bunga Putih. Bunga Putih memusnahkan rerumputan yang biasa
tumbuh dibawah pohon-Pohon Kayu Putih/eucalyptus. Ini ancaman bagi Rusa Timor
dan ternak masyarakat.
Legenda Timor
Cerita Tutur dari
berbagai sumber
*) wikipedia.org
diceritakan kembali
oleh Leonardus Nana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar