Tulisan berikut ini adalah
kelanjutan dari tulisan pada http://leonardusnana.blogspot.com/2015/04/corporate-culture-profit-versus.html
Corporate Culture
Organisasi Pendidikan ibarat sebuah
Stream (aliran air)
Corporate culture merupakan sebuah
tatanan pelayanan yang menjadi rujukan bagi setiap organisasi untuk membentuk
dan berbenah diri guna menemukan bentuk dan cara pelayanannya. Dengan demikian
setiap organisasi yang memiliki budaya pelayanan yang baik akan menjadi
model/rujukan dan pusat pelayanan bagi setiap orang yang membutuhkan.
Corporate culture atau budaya
organisasi yang mengutamakan tata pelayanan prima dalam bidang pendidikan telah
menjadi hal yang biasa bagi sekolah-sekolah yang dikelola oleh organisasi
pendidikan Katolik. Oleh sebab itu sekolah-sekolah Katolik telah menjadi rujukan
dan pusat belajar. Banyak tokoh dunia telah dilahirkan darinya.
Organisasi pendidikan Katolik dapat
menjadi rujukan belajar dan pusat pembangunan sumber daya manusia Indonesia
bukan karena kekuatan modal dan teknologi. Tetapi karena organisasi pendidikan
Katolik selalu mendasarkan pelayanannya pada sabda Tuhan seperti beberapa ayat
suci yang telah digambarkan diatas.
Salah satu roh ayat suci lain yang
telah menjadi landasan pelayanan pendidikan ditemukan pada kitab Jeremiah. Jeremiah
17:8 memberi pemahaman bahwa organisasi pendidikan katolik ibarat sebuah Aliran
Air karena itu pohon apapun yang tumbuh didekatnya akan mengirimkan akarnya ke
dalam air. Pohon tersebut tidak akan pernah kuatir dan takut saat kemarau
datang atau tidak turun hujan sebab daunnya tetap hijau dan terus menghasilkan
buah.
Sama seperti pohon yang bertumbuh sepanjang
Aliran Air, organisasi pendidikan katolik tidak hanya menjadi rujukan dan pusat
belajar bagi siswa tetapi juga rujukan belajar dan karya bagi guru dan karyawan
serta model bagi organisasi lain yang sejenis. Mereka yang belajar dan berkarir
pada organisasi pendidikan katolik umumnya mengalami kemajuan luar biasa karena
kebanyakan organisasi pendidikan katolik menempatkan pelayanan dan
kesejahteraan sebagai priority melalui hal-hal berikut:
1. Menempatkan diri sebagai pusat dan
sumber belajar dan berkarya yang menyenangkan bagi setiap orang seperti sumber
air bagi setiap pohon yang bertumbuh didekatnya. Caranya dengan terus
meningkatkan kualitas organisasi pendidikan itu sendiri melalui sentuhan
management professional pada:
a. Tata kelola Keuangan yang baik (berbasis
akuntansi modern dan transparan).
b. Penguatan Human Resources melalui
layanan bimbingan, pendidikan, pelatihan dan pemberian imbal jasa yang pantas
(kesejahteraan).
c. Tata kelola Asset yang baik melalui penguasaan,
pemeliharaan dan penyediaan peralatan pendidikan yang modern dan updated.
2. Membangun hubungan dengan siswa bukan
sebagai objek didik tetapi mitra belajar yang butuh kenyamanan, pendampingan,
dididikan dan pelayanan dalam belajar.
3. Membangun hubungan dengan guru dan
karyawan sebagai mitra kerja dan memfasilitasi mereka untuk memberdayakan diri
melalui belajar dan karya guna meningkatkan karir dan meraih sebuah pencapaian
bersama serta memenuhi kebutuhan hidup seperti pangan-sandang-papan dan
pendidikan.
Kini Corporate culture dalam bidang
pendidikan seperti yang diuraikan diatas telah menjadi model dan diadopsi oleh
lembaga-lembaga non Katolik. Kita bisa melihatnya dari munculnya
sekolah-sekolah swasta ternama berbasis agama (Islam, dll) dan atau sekolah swasta
sekuler. Tanpa disadari, keberhasilan mereka tentu tidak terlepas dari prinsip dan
nilai yang sama seperti yang tersirat dalam Jeremia 17:8 yang berbunyi whatever
plant grows near the stream will send out its roots to the water. It is not
afraid when the hot weather comes because its leaves stay green; it has no
worries when there is no rain; it keeps on bearing fruit (Jeremiah 17:8).
Namun jika organisai pendidikan atau
yayasan mementingkan profit bukan prosperity (kesejahteraan) maka kita akan
menemukan hal-hal seperti berikut:
1. Tidak ada tata kelola keuangan dan
asset berbasis akuntasi modern dan trasnparan.
2. Kurang tersedia fasilitas belajar seperti
sarana dan prasarana belajar yang memadai.
3. Kurang pelayanan, pendampingan dan
didikan yang optimal dalam belajar sehingga para siswa bertumbuh menjadi
pribadi yang bodoh dan nakal.
4. Kurangnya layanan bagi kesejahteraan
sehingga tenaga kerja (guru dan pegawai) tidak bekerja optimal karena harus
memikirkan dan mencari penghasilan tambahan bagi keluarga, pendidikan anak dan
hari tua.
5. Hasilnya adalah organisai pendidikan
atau yayasan tidak akan memiliki sekolah yang unggul dengan siswa-siswi
berkualitas dan tenaga kerja (guru dan karyawan) yang sejahtera dan credible (cerdas,
professional, peduli dan kasih).
Please visit us at your next chance
Please visit us at your next chance